Posted inArtikel / Perubahan Iklim

Pemilu 2024 dalam krisis iklim yang semakin nyata

Greenpeace Indonesia mendesak menutup jalur oligarki di Pemilu 2024 karena minimnya isu krisis iklim #PemiluTanpaOligarki.

“Kami mendesak para capres-cawapres pada Pemilu 2024 memiliki komitmen yang serius dan konkret untuk berpihak pada rakyat dan melepaskan diri dari agenda oligarki. Sudah cukup dampak buruk yang dirasakan rakyat akibat menguatnya kekuatan ekonomi-politik oligarki di Indonesia. Tunjukkan komitmen dalam dokumen visi-misi yang diserahkan ke KPU,” demikian ajakan Greenpeace Indonesia, dikutip dari laman resmi, Sabtu (21/10/2023).

Greenpeace Indonesia menyatakan, Pemilu 2024 berlangsung di tengah krisis iklim yang semakin nyata. Bencana hidrometeorologi dirasakan oleh masyarakat akibat dari krisis iklim. Diperlukan komitmen yang kuat dari para pemimpin masa depan untuk secara serius dan ambisius mengambil langkah konkrit penanganan krisis iklim. Komitmen serius ini hanya ditempuh apabila para calon pemimpin melepaskan diri dari jeratan oligarki.

Oligarki telah menjadi biang kerok percepatan krisis iklim. Kebijakan yang serampangan dan berdampak pada kerusakan lingkungan diambil untuk memuaskan dahaga oligarki. Revisi UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan UU Ciptaker menjadi bukti konkret oligarki sudah menguasai tata kelola pemerintahan di Indonesia. Mereka menyedot seluruh sumber daya untuk memperkaya kelompoknya saja, dengan berbagai cara.

Tentu saja, pemilu menjadi salah satu jalur yang ditempuh oligarki untuk melanggengkan pengaruh dan kekuasaan mereka.

“Maka dari itu, kami menyerukan #PilihBumiBukanOligarki kepada para calon pemimpin Indonesia di masa depan. Wujudkan #PemiluTanpaOligarki dengan menunjukkan komitmen melalui visi-misi yang berpihak kepada rakyat di Pemilu 2024,” seru Greenpeace Indonesia.

Oligarki batasi transisi energi

Salah satu sumber energi baru terbarukan yang bisa dipakai masyarakat Indonesia adalah PLTSA atap. Namun kebijakan mengenai PLTSA atap ini berubah-ubah, bahkan cenderung membatasi partisipasi masyarakat dalam transisi energy. Ini berbanding terbalik dengan fasilitas kebijakan yang didapat oleh para oligarki.

Menurut Suriadi Darmoko, Pengkampanye 350 Indonesia, PLTS atap ini selain dapat menggalang partisipasi publik juga merupakan jalan pintas mengejar target bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan.

“Kita membayangkan bagaimana publik bisa berpartisipasi dalam transisi energi, sehingga ke depan independent power producer (IPP) itu bukan lagi terbatas pada perusahaan skala besar, tapi juga bisa melibatkan rumah tangga sampai BUMDES atau pemerintah daerah melalui PLTS Atap. Semua orang mengkontribusikan atapnya untuk memanen listrik dari energi surya, tanpa perlu pengadaan lahan. Pemerintah harus ambil peran serius melalui kebijakan yang konsisten dan publik bisa dapat kepastian kebijakan dan kemudahan untuk berpartisipasi,” papar dia, yang tergabung dalam Koalisi Demokrasi Energi.

Menurut Reka Maharwati dari Enter Nusantara, transisi energi selain memastikan sumber energinya beralih dari fosil ke energi terbarukan juga penting memastikan ada diversifikasi kepemilikan. Ketersediaan komitmen pendanaan transisi energi saat ini seharusnya digunakan oleh negara melalui BUMN untuk membangun sistem ketenagalistrikan di mana masyarakat bisa beramai-ramai terlibat dalam transisi energi.

“Selama ini orang muda selalu diberikan motivasi untuk menjadi agent of change, namun kebijakan yang dihadirkan oleh pemerintah belum juga mendengar aspirasi orang muda yang ingin mendorong perubahan ke arah yang lebih baik untuk generasi mendatang. Transisi energi yang bersih dan berkeadilan bisa mulai diwujudkan dengan segera melaksanakan Permen ESDM No 26/ 2021 tanpa revisi,” ujarnya.

Negara-negara di seluruh dunia dimandatkan untuk meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil sebelum 2030, jika ingin menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5oC dan menjaga dari bencana iklim permanen. Sementara pemanfaatan energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga akhir 2022 masih berkisar di angka 12%.

Koalisi Demokrasi Energi mendesak pemerintah untuk membatalkan revisi peraturan menteri tersebut, mempertahankan ketentuan yang sudah mengakomodir aspirasi pelanggan pada Permen ESDM 26/2021, segera menerbitkan Permen ESDM 26/2021, serta meminta PLN untuk serius menjalankan mandat transisi energi dengan mengeluarkan regulasi yang berpihak pada akses keadilan energi untuk rakyat.


Baca juga:

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.