Laut Indonesia dinilai menjadi aset berharga bagi kelanjutan perkenomian bangsa ke depannya. Hal ini diungkapkan Co Founder and Director of International Engagement and Policy Reform, Stephanie Juwana.
Menurut Stephanie, Indonesia punya aset kelautan yang besar.
“Jadi Indonesia harus memanfaatkan aset tersebut. Indonesia punya porsi yang besar dari aset global,” kata Stephanie dalam diskusi “Komunikasi, Jurnalisme, AI, dan Digitalitasi dalam Isu Lingkungan” di ajang Green Press Community (GPC) yang diadakan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Rabu (8/11).
Stephanie menilai, ekonomi biru yang saat ini dijalankan pemerintah mesti memperhatikan azas keadilan dan pemeliharaan. Selain itu, lanjutnya, aset kelautan belum dimanfaatkan secara optimal.
“Seperti PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) SDA (Sumber Daya Alam) perikanan baru menyumbang 0,6 persen. Lalu wisata bahari hanya berkontribusui 4 persen terhadap income,” jelas dia.
Ia berharap, Presiden Indonesia ke depan mesti lebih memperhatikan isu tersebut, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan.
“Presiden Indonesia ke depan mesti fokus pada ekonomi biru, aspek keadilan, dan keberlanjutan,” jelas Stephanie.
Masalah kompleks
Sementara itu, Ocean Campaign Leader Greenpeace Indonesia, Afdillah Chaudiel menilai, masalah kelautan di Indonesia tergolong kompleks.
“Seperti industri perikanan, plastik dan polusi lainnya, krisis iklim dan pengasaman, tambang di pesisir laut dan pulau kecil. Termasuk kebijakan ruang dan investasi,” sebut Afdillah.
Adi Renaldi, seorang jurnalis freelance, mengungkapkan hal serupa. Adi menceritakan bagaimana masyarakat di pesisir hidup terancam akibat permasalahan lingkungan yang terjadi.
“Seperti di Demak. Saya menemukan ada kuburan yang terendam air laut. Tak tau salah siapa,” ucap Adi menceritakan pengalamannya saat meliput kehidupan warga di pesisir Pantura ini.
Hal sama juga ditemukannya di Pulau Pari.
“Mereka lagi menggunggat perusahaan semen. Di mana air laut naik hingga mengenangi rumah warga di sana. Ketika rumah kita di satu Pulau kemudian terendam banjir,” jelas Adi.
Dia menyayangkan adanya semacam gap informasi soal isu lingkungan dan kelautan dalam pemikiran masyarakat Indonesia.
“Mungkin karena banyak yang tinggal di kota, jadi tak merasakan langsung. Kemudian porsi berita soal lingkungan tak berimbang dengan pemberitan lain. Apalagi isu kelautan tak seperti isu lain,” jelas dia.
Adi berharap, jurnalis bisa menaruh perhatian lebih terhadap kondisi lingkungan, mengingat dampaknya terhadap kehidupan yang sangat besar.
“Peran jurnalis dalam membuat konten tentang menyelamatkan lingkungan diperlukan di tengah kondisi saat ini,” ucap Adi.
Acara GPC, yang berlangsung hingga Kamis (9/11/2023), menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.
Pada hari terakhir, SIEJ, sebagai penyelenggara GPC, mengundang tiga Calon Presiden Republik Indonesia — Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto — untuk hadir menyampaikan rencana kerangka kebijakan terkait lingkungan hidup yang mereka siapkan jika terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.