Posted inArtikel / COP28

COP28: Dunia sepakati akselerasi aksi iklim bersama

Di hari pertama, COP28 mengumpulkan komitmen pendanaan kehilangan dan kerusakan dari sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28 resmi berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (30/11/2023). Negara-negara di dunia, termasuk negara berkembang, menyepakati inventarisasi global atau global stock take sebagai katalis percepatan penanganan perubahan iklim.

Presiden COP28 Sultan Al Jaber saat meresmikan Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 menyampaikan ke hadapan hampir 200 pemimpin negara di dunia bahwa global stock take harus menjadi katalis untuk ambisi yang lebih besar dalam mencapai tujuan Perjanjian Paris 2015, yakni mencapai upaya dalam membatasi perubahan temperatur hingga setidaknya 1,5 derajat celsius dari angka sebelum revolusi industri. Ambisi tersebut harus dibuat oleh setiap negara dalam revisi rencana aksi iklim nasional (nationally determined contributions/NDC) pada tahun 2025.

”Lewat global stock take kita memiliki kesempatan untuk menyatukan tiga elemen inti, yaitu mitigasi, adaptasi, dan implementasi, termasuk lewat pendanaan,” katanya usai menerima serah jabatan dari Presiden COP27 sekaligus Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shourky di Dubai Expo.

Ia pun meminta seluruh pemimpin negara dan delegasi, yang dilaporkan akan mencapai sekitar 70.000 orang, untuk fleksibel dan menggunakan cara baru untuk berpikir. Ia pun menjamin, COP28 tahun ini akan berjalan inklusif, transparan, bebas, dan terbuka. COP28 dijadwalkan akan berlangsung hingga 12 Desember 2023.

”Kita harus yakin COP kali ini membawa global stock take paling ambisius. Agar bekerja efisien, mari sepakat pada agenda dan bergerak cepat. Kita tidak punya waktu untuk menunggu,” ujarnya.

Menurut laporan terbaru UN Climate Change, dunia belum berada pada jalur yang tepat untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini. Aksi yang dilakukan negara-negara untuk membatasi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan iklim masih belum cukup.

Rencana aksi iklim nasional secara kolektif akan menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 2 persen di bawah tingkat emisi tahun 2019 pada tahun 2030. Sementara itu, secara ilmiah, penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 43 persen diperlukan.

Untuk itu, rencana global stocktake akan menjabarkan tindakan-tindakan mengenai cara mempercepat pengurangan emisi, memperkuat ketahanan terhadap dampak iklim, dan memberikan dukungan pendanaan yang dibutuhkan untuk transformasi ke aksi ramah lingkungan.

Dana kerugian dan kerusakan

Usai inaugurasi tersebut, COP28 menyepakati untuk membentuk dana kerugian dan kerusakan (loss and damage). Kegiatan ini disebut sebagai kemenangan karena negara-negara kepulauan kecil telah 30 tahun mengharapkan ganti rugi dari negara-negara maju yang bertanggung jawab atas perubahan iklim.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan minggu ini oleh Dr. James Rising di Universitas Delaware, kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim menelan biaya sekitar 1,5 triliun dollar AS pada tahun 2022. Negara-negara di kawasan Selatan telah kehilangan rata-rata 8,3 persen PDB mereka akibat dampak perubahan iklim.

Sampai pukul 17.00 waktu Dubai, Uni Emirat Arab berjanji untuk menyalurkan 100 juta dollar AS, disusul Jerman dengan nilai sama. Amerika Serikat juga akan berkomitmen memberikan 17 juta dollar AS. Lalu, Jepang sebesar 10 juta dollar AS. Kemudian, Inggris senilai 40 juta dollar AS untuk dana tersebut dan 20 juta pound sterling untuk pendanaan lainnya yang masih terkait kerugian dan kerusakan.

Janji ini disebut buah dari lima kali pertemuan Komite Transisi Kerugian dan Kerusakan sepanjang tahun 2023. Komite ini menyepakati serangkaian rekomendasi untuk pendanaan tersebut meskipun ada perbedaan pendapat antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju. Perbedaan pendapat itu antara lain mengenai berbagai isu, seperti dipilihnya Bank Dunia sebagai entitas yang menyalurkan dana tersebut.

Utusan Khusus Presiden AS untuk Urusan Iklim, John Kerry, yang hadir hari ini, sehari sebelumnya, Rabu (29/11/2023), menyampaikan bahwa AS sepenuhnya mendukung konsensus yang dicapai oleh komite terkait.

”Kami berpendapat bahwa dana ini, sesuai rancangannya, akan memenuhi kebutuhan negara-negara yang rentan. Kami bekerja keras dengan mitra kami untuk mengusulkan cara agar dana ini dapat disalurkan dengan cepat, tetapi pasti dengan menggunakan Bank Dunia sebagai tempat penyimpanan sementara,” tuturnya.

AS, kata Kerry, bekerja sama dengan mitra untuk mengembangkan kerangka kerja yang akan mempercepat dana tersebut memenuhi kebutuhan pemulihan, kerusakan, hingga antisipasi bencana alam.

”Saya pikir penting bahwa dana tersebut tidak mewakili bentuk tanggung jawab atau kompensasi apa pun atau persyaratan hukum baru apa pun. Dana ini akan berusaha hadir di negara-negara berkembang yang telah menanggung beban iklim yang berat dan warganya terancam karena tidak mampu beradaptasi atau membangun ketahanan iklim,” katanya.

Kepala Strategi Politik Global Jaringan Aksi Iklim Internasional (Climate Action Network International) Harjeet Singh mengatakan, rancangan keputusan komite pendanaan loss and damage yang keluar sebelum COP28 bisa mencerminkan rekomendasi akhir mereka.

”Namun, keputusan ini belum sepenuhnya mengatasi kekhawatiran negara-negara berkembang, termasuk usulan untuk menunjuk Bank Dunia sebagai tuan rumah dana sementara. Meskipun keputusan tersebut kemungkinan besar akan diadopsi pada COP28, penting untuk secara bersamaan meningkatkan cakupan keuangannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Lebih lanjut, ia mengatakan, Bank Dunia pada prinsipnya menyetujui persyaratan yang diusulkan oleh negara-negara berkembang, yang mencakup peningkatan akses dan pengambilan keputusan independen atas dana tersebut.

Bank Dunia harus bertanggung jawab untuk merevisi kebijakannya guna memenuhi komitmen ini dan untuk menyalurkan pendanaan secara efektif kepada negara-negara berkembang, komunitas, dan negara-negara rentan selama masa jabatannya.

”Setiap penyimpangan dari komitmen ini akan mengakibatkan Bank Dunia kehilangan perannya sebagai tuan rumah dana baru tersebut,” ujarnya.


Liputan ini diproduksi sebagai bagian dari Climate Change Media Partnership 2023, sebuah beasiswa jurnalisme yang diselenggarakan oleh Earth Journalism Network Internews dan Stanley Center for Peace and Security. Liputan in pertama kali terbit di Kompas pada tanggal 1 Desember 2023.

About the writer

Erika Kurnia is a dynamic journalist based in Jakarta, with more than five years of experience in online and daily newspaper media. She is experienced in writing about health, economic and metropolitan...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.