Perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi kerusakan lingkungan jika menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.

Seminar FISIP Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, membahas dampak perkebunan kelapa sawit. (Universitas Palangka Raya)
Seminar FISIP Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, membahas dampak perkebunan kelapa sawit. (Universitas Palangka Raya)

Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar. Dibutuhkan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi agar perkebunan kelapa sawit tak merusak lingkungan.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya, Bhayu Rhama mengatakan, hadirnya kaum kapitalis (pemodal) perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal itu penting dalam melihat dampak kerusakan lingkungan dan kesenjangan sosial karena hadirnya perkebunan kepala sawit. Selain itu, Bhayu menyatakan perlu diberlakukan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam konteks perkebunan kelapa sawit.

“Dengan seminar ini diharapkan agar para akademisi dan kaum intelektual dapat mendukung progam pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam menuju ekonomi hijau yang selaras, serasi seimbang, yaitu pertumbuhan yang ramah lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” demikian dikutip dari laman Universitas Palangka Raya yang diakses Sabtu, 30 Desember 2023.

Bhayu Rhama menjelaskan hal tersebut saat membuka Seminar Nasional “Penguatan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah dalam perspektif Multisektoral Menuju Tercapainya Kesejahteraan dan Resolusi Konflik Sosial” yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya, Selasa, 21 November 2023.

Rektor Universitas Palangka Raya Salampak mengatakan, Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah kaya sumber daya alam dan lingkungan, tanah yang subur dan luas. Sampai hari ini Kalimantan menjadi target para pengusaha besar untuk berivestasi di Bumi Tambun Bungai.

Karena itu perlunya regulasi dan norma hukum yang mengatur peguasaan lahan bagi industri dan masyarakat. Aturan ini penting untuk menghindari konflik yang berdampak pada masyarakat kecil.

“Sehingga pertanyaan yang sering kali muncul di masyarakat adalah apakah kehadiran koorporasi telah memberi dampak atau kesejahteraan sosial bagi masyarakat atau sebaliknya. Yang didapatkan justru kemiskinan dan ketertindasan bahkan konflik yang berujung pada hilangnya nyawa masyarakat biasa demi perebutan hak atas plasma dan kompensasi dari tanah Masyarakat Dayak yang telah hilang karena kehadiran koorporasi besar,” kata Rektor Salampak.

Pada kesempatan yang sama, Anggota MPR DPD RI Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang menyampaikan perlu adanya atensi serius dari para pemangku kebijakan, khususnya pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, agar masyarakat selaku pelaku investasi tidak kemudian dirugikan. Dalam hubungan industrial, relasi ketiganya, yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku investasi harus mendapatkan manfaat yang berkelanjutan.

“Pendekatan multisektoral atas konflik tenurial dan target Sustainable Development Goals (SDG’s) mesti dibangun secara lebih komprehensif melibatkan berbagai pihak, dan didukung dengan evaluasi hukum terhadap produk kebijakan yang berkeadilan bagi semua pihak,” kata Agustin Teras Narang.

Narasumber seminar nasional ini selain Agustin Teras Narang, juga hadir Guru Besar Universitas Muhammdiyah Yogyakarta Eko Priyo, Wakil Ketua GAPKI Kalimantan Tengah Siswanto, Akademisi dari Universiti Teknologi MARA UiTM Malaysia Azlyn Zawawi, dan Akademisi dari FISIP Universitas Palangka Raya Sidiq Rahman Usop.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.