Tepat 19 tahun lalu tsunami Aceh menyebabkan bencana mahadahsyat. Mitigasi bencana penting untuk mengurangi risiko bencana di masa datang.

Tepat 19 tahun lalu tsunami Aceh membelalakkan semua mata. Alam menunjukkan amuknya. Ada catatan yang tak boleh dilupakan dari bencana mahadahsyat tersebut, yaitu pentingnya pengurangan risiko bencana atau mitigasi bencana.

Tasya Millenia dalam tulisannya di laman resmi ITB, tsunami Aceh merupakan bencana yang dipicu gempa berkekuatan 9,1 hingga 9,3 Mw. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu menyatakan bahwa tsunami Aceh 26 Desember 2004 merupakan bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Bagaimana tidak, lanjut Tasya Millenia, korban tsunami Aceh berdasarkan data American Association for the Advancement of Science (AAAS) setidaknya 283.000 jiwa. Kejadian ini meninggalkan pelajaran dan menginspirasi banyak pihak.

Dampak tsunami 2004 terparah dilaporkan terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Tsunami 2004 ini juga menerjang beberapa wilayah lain yang berada di sebelah timur Aceh seperti Pidie, Bireuen dan Lhokseumawe.

“Sejak kejadian ini, mitigasi bencana semakin menjadi sorotan bagi banyak pihak,” tulis Tasya Millenia, diakses Selasa, 26 Desember 2023.

Selain korban jiwa, tsunami yang melanda Aceh ini juga memberikan dampak di beberapa sektor lain. Seperti sektor konstruksi yag berupa fasilitas kesehatan, pelabuhan, jalan, sekolah, tempat ibadah dan kantor-kantor pemerintahan.

Dampak lain juga dirasakan oleh sektor perikanan yang mempengaruhi perekonomian para nelayan. Akibat bencana alam dan juga turunnya permukaan daratan pascagempa juga mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap garis pantai.

Pada sektor pertanian, hampir seluruh wilayah perkebunan dan persawahan mengalami kerusakan. Sedangkan pada sektor non struktural, bencana ini meninggalkan trauma bagi banyak orang.

Secara geografis, Provinsi Aceh terletak di antara lempeng benua Eurasia dan lempeng benua Indo-Australia yang menjadikannya sebagai kawasan tektonik aktif. Tsunami yang terjadi diakibatkan oleh patahan di dasar laut yang menimbulkan gelombang tsunami di sepanjang lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Gempa bumi yang terjadi di barat perairan Aceh ini mempunyai patahan yang panjang sampai dengan Laut Andaman, patahan tersebut termasuk patahan terpanjang dalam sejarah (The National Science Foundation, 2005). Penjalaran dari gelombang tsunami ini dapat terpantau di beberapa Negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.

Kemudian juga terpantau di beberapa Negara Asia Selatan seperti Sri Lanka, Maldives, dan India. Dan juga terpantau di beberapa Negara di Pantai Timur Benua AFrika, yaitu Somalia dan Seychelles.

Material tsunami Aceh berupa kapal terdampar di depan Hotel Medan Peunayong, Kota Banda Aceh. (Dokumentasi PVMBG)
Material tsunami Aceh berupa kapal terdampar di depan Hotel Medan Peunayong, Kota Banda Aceh. (Dokumentasi PVMBG)

Mitigasi bencana, pelajaran dari tsunami Aceh

Diperlukan langkah nyata berbasis alasan ilmiah yang cukup agar didapat gerak yang efektif dalam menanggulangi dan sekaligus bersiap mengantisipasi bencana di masa depan. Demikian catatan penting dari tsunami Aceh dari Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Andang Bachtiar yang ditulis Krisna Murti di laman ITB.

Tulisan tersebut tayang di situs resmi ITB setahun setelah tsunami Aceh, namun masih relevan hingga kini di saat bencana telah terjadi 19 tahun lalu.

“Kita semua menundukkan kepala, kita semua berduka, kita semua menangis. Tapi tangisan dan keprihatinan saja tidak cukup dalam menyikapi sebuah bencana. Diperlukan langkah nyata berbasis alasan ilmiah yang cukup agar didapat gerak yang efektif dalam menanggulangi dan sekaligus bersiap mengantisipasinya lagi di masa depan,” papar Andang Bachtiar, dikutip dari laman ITB.

Menurutnya, sudah saatnya kita menangani bencana tidak hanya dengan mengandalkan naluri belaka. Kondisi geologi Indonesia yg merupakan pertemuan lempeng-lempeng tektonik menjadikan kawasan Indonesia ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks.

Selain menjadikan wilayah indonesia ini kaya akan sumber daya alam, salah satu konsekuensi logis kekompleksan kondisi geologi ini menjadikan banyak daerah-daerah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam.

Beberapa di antaranya adalah rawan gempa bumi, tsunami serta rawan letusan gunung api disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusatenggara -Banda – Maluku.

Daerah rawan bencana gempa dan tsunami Indonesia hampir semuanya berada pada daerah yang tingkat populasinya sangat padat. Daerah-daerah ini sering merupakan pusat aktivitas serta sumber pendapatan masyarakat serta negara, dan menjadi pusat pencurahan dana pembangunan.

“Namun ketika bencana gempa dan tsunami itu terjadi maka usaha-usaha pembangunan yang sudah dilakukan akan hilang dan lenyap dalam waktu yang sangat singkat dan bersifat katastropik,” kata Andang Bachtiar.

IAGI sebagai organisasi profesi dan masyarakat ilmiah perlu memberikan pendapat ilmiah dari sisi ilmu kegeologian dan cabang ilmu geologi yang terkait, yaitu:

1. Kejadian serupa dengan gempa Aceh sangat mungkin terjadi di sebelah selatan dari rangkaian zona penunjaman yang sekarang menjadi pusat gempa dalam hitungan seminggu, sebulan, setahun, atau 10 tahun kedepan; artinya dapat sewaktu-waktu terjadi dalam skala waktu geologi.

“Untuk itu kita tidak boleh hanya menunggu, kita semua harus proaktif melakukan mitigasi, pemantauan, pembangunan sistim peringatan dini, dan sosialisasi-sosialisasi SEKARANG JUGA,” kata Andang Bachtiar.

2. Bencana gempa bumi Aceh ini merupakan salah satu gejala alam yang “wajar” terjadi untuk daerah yg memiliki kondisi geologi yang kompleks ini. Namun perlu diketahui bahwa peramalan gempa bumi dan tsunami dari segi sains adalah yang paling sulit dilakukan dibanding dengan gunung meletus, longsoran tanah, dan banjir.

“Dengan kajian geologi, bencana ini bukanlah hal yang tidak dapat diramalkan, namun rentang waktu ketidaktentuan terjadiannya mempunyai derajat ketidakpastian cukup besar. Akurasi peramalan terjadinyapun berkisar dari 10-50 (?) tahun, sehingga yang perlu dilakukan adalah selalu bersiap diri untuk mengalaminya (keep on alert!!),” lanjut Andang Bachtiar.

3. HARUS disadari penuh oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa kita hidup di daerah rawan bencana alam. Juga perlu disadari bahwa bencana alam hampir selalu datang tiba-tiba. Dengan demikian bangsa Indonesia HARUS pandai menyiasati cara-cara hidup berdampingan dengan kondisi alam yang rawan bencana tersebut.

Contohnya: Jepang dan California, mereka dapat hidup maju di daerah rawan bencana, tetapi mereka bisa menyiasati bencana tersebut sehingga meminimalkan jumlah korban dan kerugian setiap kali bencana datang. Dalam hal ini kewaspadaan (“keep on alerted”) lebih berguna daripada prediksi.

4. Kesadaran serta kesiapan menghadapi bencana alam perlu ditanamkan kepada masyarakat melalui sosialisasi pengenalan kondisi lingkungan geologi serta kesiapan dalam menghadapi bencana alam di lingkungannya. Hampir semua bencana ini di awali dengan gejala-gejala yang perlu diketahui oleh masyarakat sehingga ada kesempatan untuk dapat menghindarinya.

Misalnya: surutnya muka air-laut yg tidak wajar (secara tiba-tiba) setelah terasa gempa merupakan tanda-tanda akan datangnya tsunami.

5. Gempa bumi dan tsunami, seperti halnya gunung meletus, longsoran tanah, dan banjir adalah peristiwa geologi yang dari waktu kewaktu terjadi di seluruh muka bumi sebagai keniscayaan tanpa ada manusia yang dapat mencegahnya. Karena ada aktivitas manusia di daerah yang mengalami peristiwa geologi tersebut, maka timbulah BENCANA. Mitigasi bencana dan tindakan-tindakan antisipasinya adalah syarat mutlak untuk dapat hidup berdampingan dengan bencana alam geologi.

6. Selain kondisi kritis sesar-sesar atau patahan Sumatera, gempa ini sering juga menjadi pemicu atau “trigger” aktivitas gunung api (ingat “ring of fire” dr Sumatra – Jawa – Nusa Tenggara) yang tentu saja memicu dan memacu gejala-gelaja katastropik yang lain-lainnya (domino effect).

Material tsunami Aceh tsunami selat sunda
Material tsunami Aceh di sungai Krueng Raya Kota Banda Aceh. (Dokumentasi PVMBG)

Efeknya mungkin memang tidak akan “instant” (tidak dalam orde harian) tetapi sangat mungkin mengakselerasi dan mengubah status-status gunung api, kelongsoran dsb. Artinya harus ada evaluasi ulang tentang status kerawanan bencana di daerah-daerah ini.

7. Perlu “political will” pemerintah untuk segera memprioritaskan program mitigasi bencana alam geologi khususnya gempa dan tsunami, pembangunan sistim peringatan dini, dan sosialisasi, latihan-latihan tindakan penyelamatan manusia dalam bencana tersebut.

8. Implikasi dari “political will” pemerintah adalah alokasi biaya/anggaran untuk melaksanakan program-program mitigasi, pemantauan, sistem peringatan dini, dan sosialisasi-sosialisasi.

9. Apabila pemerintah tidak mampu secara materi, jangan ragu-ragu atau malu-malu untuk meminta bantuan luar negeri; demi keselamatan ribuan dan bahkan puluhan ribu nyawa bangsa Indonesia yang beresiko mengalami bencana. Bantuan ini dapat berupa kerja sama peneltian ilmiah, peralatan peringatan dini ataupun dana untuk sosialisasi ke masyarakat yang rawan terhadap bencana ini.

10. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) HARUS BENAR-BENAR disesuaikan dengan kondisi daya dukung alam termasuk potensi kebencanaan daerah. Pemda-pemda, DPRD-DPRD, LSM, dan masyarakat luas HARUS mengontrol benar-benar penerapan prinsip-prinsip pembangunan dan pengembangan wilayah daerah rawan bencana.

“Saat ini masih sering dijumpai RTRW di daerah-daerah yang sama sekali tidak memperhitungkan hal tersebut. Tsunami sebagian besar memakan korban bukan karena gempa yang memang belum terpantau secara seksama melainkan karena ketidakpedulian kita akan konsep tata ruang pantai/teluk, pemetaan bathymetric wilayah dan tidak adanya pemasangan alat pantau dini alun panjang yang terintegrasi,” papar Andang Bachtiar.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.