Fatwa Majelis Ulama Indonesia diharapkan mengurangi dampak perubahan iklim. Menjaga dan melestarikan alam sangat krusial.
Persatuan Manka bersama EcoNusa dan Aliansi Ummah for Earth berkolaborasi dengan Lembaga Pengembangan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajukan permohonan fatwa perubahan iklim kepada MUI.
Pada bulan Desember 2023, setelah melalui beberapa tahapan kegiatan, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Perubahan Iklim Global. Fatwa tersebut menyatakan dua hal pokok, yaitu: segala tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan alam dan memperburuk dampak krisis iklim adalah haram, dan penggundulan hutan dalam skala besar yang menyebabkan kebakaran hutan dan melepaskan emisi berlebih adalah haram.
“Fatwa Majelis Ulama Indonesia ini merupakan inisiatif dan upaya yang sangat baik dari Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, untuk berkontribusi dalam mengendalikan dan memitigasi dampak krisis iklim,” jelas Khalisah Khalid, perwakilan Ummah for Earth dari Greenpeace Indonesia, dalam keterangan resmi diakses Selasa, 2 April 2024.
“Fatwa ini juga dapat menjadi inspirasi bagi umat Islam di negara lain, karena kami percaya bahwa agama memiliki peran yang signifikan dalam berkontribusi dalam memitigasi dampak krisis iklim, mengingat negara yang paling terkena dampak krisis iklim berada di belahan dunia selatan, dimana mayoritas penduduknya adalah muslim,” ujarnya.
Dampak krisis iklim
Kita semua telah menyaksikan dampak krisis iklim. Bencana hidrometeorologi semakin sering terjadi. Berbagai kejadian seperti suhu yang semakin panas, cuaca yang tidak menentu, serta semakin seringnya terjadi banjir dan kekeringan telah dirasakan langsung oleh masyarakat.
World Economic Forum dalam The Global Risk Report 2019 menyatakan bahwa perubahan iklim menempati posisi teratas sebagai penyebab bencana global, seperti bencana alam, peristiwa cuaca ekstrem, krisis pangan dan air bersih, hilangnya keanekaragaman hayati, dan runtuhnya ekosistem. Saat ini diperkirakan 3,3-3,6 miliar penduduk dunia berada pada posisi rentan terkena dampak berbagai bencana tersebut.
Laporan Sintesis IPCC ke-6 (AR6) yang diterbitkan pada bulan Maret 2023 menyatakan bahwa aktivitas manusia, terutama melalui emisi gas rumah kaca, telah menyebabkan pemanasan global, dengan suhu permukaan global mencapai 1,1°C di atas tahun 1850–1900 pada tahun 2011–2020. Pemanasan global akan terus berlanjut akibat penggunaan energi yang tidak berkelanjutan, perubahan penggunaan lahan, serta perubahan pola konsumsi dan produksi.
Sayangnya, topik perubahan iklim belum menjadi topik yang dibicarakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Perubahan iklim masih menjadi topik yang eksklusif bagi kelompok tertentu, seperti akademisi, aktivis lingkungan hidup, dan pemerintah.
Oleh karena itu, terdapat beberapa anjuran dalam Fatwa tersebut sebagai upaya preventif, antara lain; berkontribusi terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, mengurangi jejak karbon pada kebutuhan dasar, dan melaksanakan transisi energi yang adil.
Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global menurut Majelis Ulama Indonesia
Hayu Prabowo, Ketua Badan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia, mengatakan penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang mengakibatkan cuaca ekstrem dengan musim kemarau berkepanjangan, curah hujan, dan naiknya permukaan air laut yang meningkatkan dampak buruknya frekuensi bencana hidrometeorologi serta kegagalan di sektor pertanian dan perikanan.
“Untuk mengendalikan perubahan iklim diperlukan upaya kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya,” jelasnya.
“Sungguh menginspirasi melihat Fatwa yang inovatif tentang perubahan iklim ini menjadi nyata. Ini adalah langkah penting menuju penggabungan prinsip-prinsip Islam dengan kepedulian terhadap lingkungan,” kata Nouhad Awwad, Juru Kampanye dan Koordinator Penjangkauan Global Ummah for Earth di Greenpeace MENA.
“Inisiatif ini menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam aksi iklim dan menggarisbawahi tanggung jawab global yang kita miliki sebagai umat Islam untuk melindungi planet kita demi generasi mendatang. Semoga hal serupa akan segera diberlakukan di wilayah kita agar Fatwa ini menjadi mercusuar yang menginspirasi perubahan positif di luar batas negara.”
Greenpeace Indonesia melalui Aliansi Ummah for Earth menyambut baik Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Fatwa ini diharapkan dapat menjadi landasan dan acuan bagi para pengambil kebijakan, khususnya lembaga eksekutif dan legislatif, dalam merumuskan undang-undang terkait konversi lahan, deforestasi, transisi energi, dan mitigasi dampak krisis iklim.
- Melihat pengalaman Australia di fase transisi energi
- Trend Asia: politik kebijakan cenderung koruptif jadi penyebab melambat transisi energi di Indonesia
- Pemberitaan transisi energi masih didominasi elite
- Greenpeace beberkan pengalaman buruk perdagangan karbon di Indonesia
- Air mata bahagia Awane Theovilla, ingin mengabdikan ilmunya di Papua
- Kolaborasi ilmuwan dan media untuk meningkatkan pemberitaan krisis iklim di Indonesia