Menanam cengkeh dan tembakau bukan sekadar soal urusan ekonomi. Para petani di berbagai daerah ini sedang berjuang mempertahankan keberlangsungan tanaman yang telah menjadi warisan, budaya dan sumber mata pencaharian utama mereka.

Para petani tembakau dan cengkeh mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertanian (Kementan RI) untuk melindungi keberlangsungan kedua komoditas tersebut sebagai sumber penghidupan jutaan petani di Indonesia. Surat permohonan ini diserahkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) kepada Kementan RI.

Para petani khawatir dengan regulasi baru yang dianggap diskriminatif, yakni aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024. Aturan ini dipandang dapat mengancam mata pencaharian petani tembakau dan cengkeh serta menurunkan kontribusi industri tembakau terhadap ekonomi nasional dan daerah.

Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementan RI, Rizal Ismail dalam acara Talkshow Perkebunan Expo (Bunex) di Tangerang Selatan menyatakan komitmen Kementan untuk terus mendukung para petani.

“Kami Kementan secara regulasi akan terus melindungi keberlangsungan komoditas dan petani tembakau serta cengkeh. Kontribusi tembakau dan cengkeh sangat besar. Ini perlu disuarakan dan ini akan menjadi concern kita bersama. Untuk ke depan, kami akan terus mengawal. Masih ada ruang dan waktu untuk perbaikan. Kami setiap saat di Kementan terbuka untuk menerima masukan, ujar Rizal Ismail dalam gelaran Talkshow Perkebunan Expo “Bunex”, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (12/9).

“Kami akan terus melindungi keberlangsungan komoditas tembakau dan cengkeh. Kontribusinya sangat besar bagi ekonomi, dan kami siap menerima masukan untuk mencari solusi bersama,” ucapnya.

Sementara itu, Sekjen APTI Kusnasi Mudi, mengungkapkan kekhawatiran petani tembakau di tengah masa panen akibat ancaman aturan kemasan polos tanpa merek di RPMK yang masih dalam tahap penyusunan, dan PP No. 28 tahun 2024 yang sudah terbit.

“Ada 2,5 juta petani tembakau yang akan terdampak. Tembakau adalah satu-satunya komoditas yang bisa diandalkan saat kemarau, dan aturan ini akan memukul para petani,” tegasnya.

Ia mengungkapkan kekecewaan dan keberatannya atas wacana kemasan rokok polos tanpa merek dan berbagai pasal lainnya dalam PP. No 28 tahun 2024 yang memukul sektor pertembakuan. Menurutnya, hal ini menunjukkan ketikdasinambungan penyusun kebijakan, ketika di satu sisi tembakau diusulkan bahwa tembakau sebagai komoditas strategis, di sisi lain ada aturan yang memberatkan.

“Kami, berharap pemerintah dapat menghentikan segala proses aturan turunan PP ini dan meninjau ulang pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP. No 28 Tahun 2024, hingga masukan petani diakomodir,” ujarnya.

Untuk diketahui, saat Indonesia memiliki perkebunan tembakau seluas 191,8 ribu hektare (ha) pada 2023. Luasnya berkurang sekitar 4,38% atau 8,8 ribu ha dari 2021 yang sempat mencapai 200,6 ribu ha.

Sepanjang 2023, hanya ada 15 provinsi yang memiliki perkebunan tembakau. Adapun Jawa Timur menjadi provinsi dengan perkebunan tembakau terluas se-Indonesia, yakni 90,6 ribu ha. Proporsinya setara 47,23% dari total luas perkebunan nasional. Berikutnya ada Jawa Tengah yang memiliki perkebunan tembakau seluas 50 ribu ha. Diikuti NTB dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki 34,3 ribu ha dan 8 ribu ha.

Senada dengan itu, Sekjen APCI, I Ketut Budhyman Mudara, menyatakan bahwa regulasi ini juga mengancam posisi Indonesia sebagai eksportir cengkeh terbesar dunia.

“Seluruh hasil produktivitas 1,5 juta petani cengkeh di Indonesia diserap 97%-nya untuk industri rokok kretek. Dan, harus diingat pula, bahwa tanaman cengkeh di Indonesia lebih kurang 97% diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh provinsi. Efek dari keberadaan aturan yang tidak adil ini sangat besar bagi nasib petani cengkeh ke depannya!” seru Budhyman.

Ia berharap pemerintah dapat benar-benar memproteksi tembakau dan cengkeh sebagai komoditas dwi tunggal yang diserap dalam industri hasil tembakau. Apalagi mengingat kontribusinya signifikan bagi penerimaan negara serta memiliki dampak berganda bagi perekonomian nasional dan daerah.

“Menanam cengkeh dan tembakau bukan sekadar soal urusan ekonomi. Para petani di berbagai daerah ini sedang berjuang mempertahankan keberlangsungan tanaman yang telah menjadi warisan, budaya dan sumber mata pencaharian utama mereka,” tambahnya.

APTI dan APCI, bersama 20 asosiasi lainnya di sektor tembakau, menuntut pemerintah untuk meninjau kembali peraturan yang merugikan ini serta menghentikan proses pengesahan RPMK yang dinilai mengabaikan keterlibatan dan masukan petani Indonesia.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.