Cilincing, pesisir Jakarta Utara, menghadapi pencemaran berat dari limbah industri dan domestik, yang merusak ekosistem laut, mengurangi tangkapan nelayan, dan mengancam kesehatan masyarakat.

Di tepi perairan Cilincing, di mana gelombang laut berdebur lembut, anak-anak tampak ceria bermain di air yang keruh, tanpa menyadari bahaya yang mengintai di balik tawa mereka. Di sisi lain, nelayan yang lelah berjuang melawan arus pencemaran dan penurunan hasil tangkapan, merasakan dampak langsung dari degradasi lingkungan yang mengancam mata pencaharian mereka. Dalam bayang-bayang industri yang terus berkembang, kehidupan di Cilincing menjadi cermin nyata dari pertarungan antara harapan dan kenyataan pahit yang dihadapi oleh masyarakat pesisir.

Ekosistem Laut yang Terdegradasi

Cilincing, sebuah kawasan pesisir di Jakarta Utara, memiliki signifikansi ekologis dan ekonomi yang besar. Sebagai bagian penting dari Teluk Jakarta, wilayah ini mendukung aktivitas seperti perikanan tangkap, budidaya kerang hijau, dan operasional pelabuhan. Selain itu, perairan Cilincing merupakan habitat penting bagi berbagai spesies laut, termasuk tempat pemijahan ikan. Namun, industrialisasi dan aktivitas manusia yang masif telah memberikan tekanan besar pada ekosistem ini.

Penelitian oleh Simbolon (2016) mengategorikan tingkat pencemaran di perairan Cilincing sebagai sedang, dengan parameter kualitas air yang melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Kadar oksigen terlarut (DO) rata-rata hanya mencapai 3,67 mg/l, jauh di bawah ambang minimum 5 mg/l. Kadar kebutuhan oksigen biokimia (BOD) dan kebutuhan oksigen kimia (COD) yang tinggi mengindikasikan pencemaran organik yang signifikan. Logam berat seperti timbal (Pb), meskipun masih dalam ambang toleransi, turut memperparah tantangan ekologi.

Nugraha et al. (2020) menambahkan bahwa limbah domestik, limbah industri, dan aktivitas pelabuhan menjadi kontributor utama pencemaran. Tingginya kadar total suspended solids (TSS) mengurangi penetrasi cahaya matahari, merusak habitat seperti lamun dan terumbu karang. Degradasi ini berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati yang menjadi tumpuan hidup masyarakat pesisir.

Dampak pencemaran dirasakan langsung oleh masyarakat Cilincing, terutama nelayan. Penurunan kualitas air menyebabkan hasil tangkapan terus berkurang. “Ikan gak ada, bersih gak ada apa apa di laut. ya pemerintah si enak duduk manis, nelayan yang nangis” keluh Nadi seorang nelayan di Cilincing.

Anak-anak yang bermain di perairan tercemar ini juga menghadapi risiko kesehatan yang serius. Air yang terkontaminasi zat berbahaya, termasuk logam berat, membawa ancaman penyakit kronis.

Kemiskinan yang melingkupi masyarakat Cilincing memperburuk situasi ini. Penurunan hasil tangkapan ikan dan kerang hijau menyulitkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar. Akses yang terbatas ke pelayanan kesehatan dan pendidikan juga memperparah siklus kemiskinan yang terkait erat dengan degradasi lingkungan.

Intervensi dan Solusi Potensial

Meskipun tantangannya besar, berbagai inisiatif telah dilakukan untuk mengatasi kondisi perairan Cilincing yang semakin memburuk:

Rehabilitasi Mangrove

Program rehabilitasi mangrove di Marunda, Cilincing, telah digagas oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN). Sejak 2017, KCN bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menanam 10.000 bibit mangrove di sepanjang 600 meter perimeter selatan terminal umum mereka. Pada Juni 2022, program ini diperluas dengan penanaman 3.750 bibit tambahan di lahan sepanjang 1.100 meter (Medcom).

Secara nasional, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menargetkan rehabilitasi 600.000 hektar mangrove hingga tahun 2024. Program ini mencakup wilayah Jakarta dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) (PKTL).

Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah di Cilincing menjadi prioritas berdasarkan regulasi pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 yang mengatur perlindungan lingkungan, standar mutu air, dan pengelolaan limbah B3.

Selain itu, Peraturan Menteri Perindustrian No. 25 Tahun 2021 memberikan panduan pengawasan dan pengendalian limbah industri. Namun, implementasinya masih belum konsisten. Penelitian Simbolon (2016) menunjukkan bahwa aktivitas industri dan pemukiman di Jakarta menjadi penyebab utama pencemaran melalui aliran sungai yang bermuara di Cilincing.

Penutupan pabrik aluminium di Cilincing pada 2019 akibat pelanggaran standar pencemaran udara menyoroti perlunya pengawasan industri yang lebih ketat. Pengelolaan limbah yang berkelanjutan membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menegakkan regulasi serta meningkatkan kesadaran lingkungan.

Edukasi dan Pemberdayaan masyarakat

Upaya edukasi dan pemberdayaan masyarakat Cilincing telah dilakukan melalui berbagai program:

  • Pelatihan Menjahit oleh PT Pelindo: Pada November 2024, PT Pelindo mengadakan pelatihan menjahit untuk warga Kampung Nelayan Cilincing. Peserta dilatih membuat popok kain ramah lingkungan sebagai alternatif plastik sekali pakai. Program ini juga menyertakan donasi peralatan untuk mendukung keberlanjutan inisiatif ini.
  • Pengabdian Masyarakat oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ): Pada Agustus 2023, dosen dan mahasiswa UNJ dari Prodi Sosiologi melakukan pendampingan di Kampung Nelayan Cilincing. Kegiatan ini mencakup edukasi tentang pengelolaan lingkungan, literasi ekonomi, kesetaraan gender, dan pentingnya pendidikan anak usia dini.
  • Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP): Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan Lembaga Keuangan Mikro dan aktivitas ekonomi berbasis kemasyarakatan. Meski telah membantu pembentukan koperasi dan usaha kecil, program ini masih menghadapi kendala seperti keterbatasan dana dan pemahaman sistem pinjaman.

Prospek Pemulihan yang Berkelanjutan

Pencemaran lingkungan yang terjadi di cilincing merupakan contoh nyata begitu besarnya dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan, yang mengancam ekosistem sekaligus kehidupan masyarakat yang tergantung kepadanya. Sebagai individu, langkah kecil yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak ini salah satunya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, serta meningkatkan kesadaran dalam berkontribusi pada perubahan yang lebih besar. Perairan cilincing, yang dulu menjadi sumber kehidupan,  masih dapat dipulihkan untuk generasi mendatang.

Sudah saatnya kita bertindak bersama, memastikan bahwa harapan untuk masa depan Cilincing tetap hidup.

Tulisan ini dibuat oleh:

  • Muhammad Nabil Nafidz (210610220084)
  • Muhammad Umair Haekal (210610220056)
  • Leo Saputra (210610220090)
  • Muhammad Farhan Al Anshor (210610220066).
There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.