Hasil riset terhadap kesehatan warga Indramayu yang tinggal di sekitar PLTU, tren penyakit infeksi saluran pernapasan atas meningkat drastis.

Cerobong PLTU Batu Bara. (WALHI)
Cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batu Bara. (WALHI)

Pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) cenderung merampas hak asasi manusia dan meminggirkan kelestarian lingkungan. Contoh, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara yang menjauhkan pencaharian nelayan dengan penangkapan ikan. Di daratan pun lahan-lahan produktif beralih fungsi untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap.

“Karena kegiatan pembangunan ini selalu dipaksakan pemerintah dan mengesampingkan masalah lingkungan dan keselamatan manusia,” ujar Direktur Walhi Jabar Wahyudin, dalam diskusi kampanye Proyek Strategis Nasional (PSN) di Gedung Indonesia Menggugat atau GIM Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 5, Kota Bandung, Senin, 3 Februari 2025.

Dari hasil riset dan kajian mengenai dampak pangan dan kesehatan warga Indramayu yang tinggal di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap, tren penyakit infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA meningkat secara drastis. “Walau Puskesmas tidak mau menyampaikan hal itu salah satunya dari abu PLTU,” ujarnya.

Warga yang terdampak masalah kesehatan itu paling banyak anak usia 2-7 tahun juga kalangan orang lanjut usia.

Walhi Jabar juga menyoroti kebijakan tentang co-firing atau oplosan pembakaran batu bara  dengan bahan biomassa di PLTU. Caranya bisa dicampur secara langsung, tidak langsung seperti diolah menjadi gas baru dibakar, dan secara paralel dengan menggunakan boiler berbahan bakar pelet bio massa.

Temuan Walhi di lapangan mengenai implementasi Hutan Tanaman Energi dan Industri Sawdust atau serbuk gergaji di Jawa Barat, yaitu terjadi pelepasan emisi baru sebanyak 26,48 juta ton emisi. Tanaman energi yang ditanam dianggap menyerap emisi pembakaran biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Sementara  potensi deforestasi sekitar 1 juta hektare, dan potensi konflik di wilayah hulu terkait lahan KHDPK (Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus) yang digunakan.

“Sosialisasi tidak partisipatif, implementasi tidak efektif contohnya, di wilayah Sukabumi penyemaian tanaman energi dilakukan di tahun 2022 tetapi ditinggalkan begitu saja,” ujar Wahyudin.

Diskusi ini juga dihadiri Direktur LBH Bandung Heri Pramono yang menyatakan sebaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Jawa Barat yaitu di Pelabuhan Ratu di Kabupaten Sukabumi, Indramayu, kemudian PLTU 1 dan 2 Cirebon. Adapun dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap lainnya yaitu PLTU 2 Indramayu dan PLTU Tanjung Jati A, keduanya belum beroperasi.

“Kedua PLTU itu sempat kami gugat rencana keberadaan dan izin dampak lingkungannya sampai sekarang masih belum bisa pembangunan PLTU-nya,” kata Heri.

Saat ini LBH mengajukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral untuk mengeluarkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebelumnya upaya gugatan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2 Indramayu dengan daya 2.000 megawatt (MW) di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra dan Desa Mekarsari, Desa Patrol Lor, Desa Patrol Baru, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap lokasinya dekat dengan PLTU Indramayu 3 x 330 MW.

Alasan gugatan karena pengeluaran izin tidak sesuai kewenangan dan  izin dikeluarkan tanpa adanya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH). Warga menurut LBH sama sekali tidak mendapatkan informasi maupun kesempatan partisipasi dalam terbitnya keputusan tentang kegiatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2 x 1000 MW.

Selain merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat sekitar, pembanguan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Indramayu pun mengganggu keberadaan petani di kawasan Patrol Indramayu.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.