Dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh perusahaan kelapa sawit, termasuk perampasan tanah, perusakan lingkungan, serta intimidasi.

WALHI, Milieudefensie, Friends of the Earth (FOE) US, Friends of the Earth (FOE) EWNI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yayasan PUSAKA Bentala Rakyat, dan Transformasi Untuk Keadilan (TUK) Indonesia menyatakan keprihatinan atas tanggapan Pemerintah Indonesia terhadap surat dari Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan kelapa sawit.
Surat PBB yang dikirim pada Oktober 2024 tersebut ditandatangani oleh Pelapor Khusus tentang Hak atas Pangan bersama delapan pelapor khusus dan kelompok kerja lainnya.
“Dalam surat tersebut, mereka menyampaikan keprihatinan terhadap dugaan pelanggaran struktural hak asasi manusia oleh perusahaan kelapa sawit, termasuk perampasan tanah, perusakan lingkungan, serta intimidasi dan kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia dan lingkungan,” demikian pernyataan resmi organisasi masyarakat sipil, diakses Minggu, 13 April 2025.
Namun, alih-alih merespons dengan pertimbangan terhadap bukti yang telah tersedia secara publik, Pemerintah Indonesia justru membantah tuduhan tersebut dan menyampaikan informasi terbatas yang sejalan dengan narasi perusahaan. Penyangkalan ini bahkan mencerminkan argumen-argumen yang telah lebih dahulu digunakan oleh perusahaan kelapa sawit dalam pernyataan publik mereka sebelumnya.
Padahal, sejumlah temuan yang dipublikasikan oleh organisasi seperti Friends of the Earth dan lainnya menunjukkan adanya dampak sosial dan lingkungan yang serius akibat operasi perusahaan kelapa sawit. TUK Indonesia, misalnya, telah mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan kelapa sawit pada November 2024. Gugatan ini menyangkut investasi bank pemerintah dalam perusahaan kelapa sawit yang dinilai berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan sosial.
Tanggapan resmi dari Pemerintah Indonesia yang disampaikan oleh Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya dinilai tidak sejalan dengan komunikasi sebelumnya dari berbagai instansi pemerintah nasional dan daerah, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta DPRD Sulawesi Tengah, yang mengakui adanya masalah serius dalam operasi perusahaan kelapa sawit.
Lebih lanjut, organisasi masyarakat sipil menyayangkan pernyataan Pemerintah yang menyebut mereka tidak terlibat secara konstruktif. Padahal, WALHI dan komunitas terdampak telah melakukan berbagai upaya dialog, termasuk mengadakan pertemuan dengan pejabat pemerintah di Sulawesi Tengah dan instansi terkait di tingkat nasional. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas dampak negatif operasi AAL dan mencari penyelesaian atas konflik berkepanjangan melalui pengembalian tanah kepada masyarakat.
Atas dasar ini, ketujuh organisasi yang menandatangani pernyataan ini menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk:
- Menjamin keterlibatan konstruktif yang berkelanjutan dengan organisasi masyarakat sipil dan masyarakat terdampak dalam menyelesaikan konflik tanah dan pelanggaran hak yang terjadi, khususnya yang terkait dengan operasi perusahaan kelapa sawit;
- Membentuk satuan tugas khusus yang melibatkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan lembaga nasional terkait, untuk menangani konflik yang sedang berlangsung, kerusakan lingkungan, dugaan penyimpangan izin, serta intimidasi dan kriminalisasi, dan mengembalikan tanah yang diambil tanpa izin kepada masyarakat;
- Mengembangkan tanggapan terhadap PBB secara inklusif, dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil, pembela hak asasi manusia, dan masyarakat yang terdampak langsung oleh konflik.
Pernyataan ini menjadi pengingat penting bagi Pemerintah Indonesia bahwa penyelesaian konflik agraria dan perlindungan hak asasi manusia tidak dapat dicapai tanpa keterlibatan aktif dan bermakna dari pihak-pihak yang terdampak langsung.
- Suhu Bumi melonjak, 2025 termasuk tahun terpanas sepanjang sejarah
Lonjakan suhu bumi tidak berasal dari satu penyebab tunggal. Emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil menambah jumlah gas rumah kaca - Runtuhnya Tongkonan Ka’pun Toraja, potret krisis pengakuan hak adat di Indonesia
Tongkonan Ka’pun Toraja bukan sekadar hunian, melainkan simbol kekerabatan, roh leluhur, struktur sosial dan spiritual - Upaya tiga dekade belum maksimal, ini strategi baru konservasi elang jawa
Strategi baru perlu disusun untuk perlindungan elang jawa yang lebih efektif, selain sekadar memantau jumlah burung di alam. - Luka dan bayang-bayang bencana di Gunung Slamet
Menyelamatkan Gunung Slamet bukan soal menutup lubang tambang, tapi memulihkan martabat hutan sebagai penyangga kehidupan - Mendengar suara peringatan gunung di Hari Gunung Internasional
Hari Gunung Internasional 2025 menjadi momentum untuk mendengar suara peringatan yang diberikan gunung dalam kesunyiannya - Semangat energi terbarukan dari kampus: UIN Jakarta pasang PLTS atap, UPER bangun pusat riset keberlanjutan
Dua kampus di Jakarta berinovasi dalam pemanfaatan energi bersih untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.






