Selain Earth Hour yang dikenal dunia, orang Bali ternyata punya tradisi konservasi energi melalui Hari Raya Nyepi sejak 1000 tahun lalu. Kini mereka juga punya Nyepi Segara untuk memulihkan kualitas sumberdaya laut dan pesisir.

Di penghujung Maret ini, dunia akan merayakan indahnya konservasi.  Acara hemat energi versi WWF yakni Earth Hour  digelar pada malam tanggal 29 Maret dengan mematikan listrik selama satu jam, dan lusanya pada 31 Maret 2014 Hari Raya Nyepi  akan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Hindu di Indonesia. Dalam Nyepi, tradisi menghemat energi telah berusia lebih dari 1000 tahun.

Matikan Listrik 1 Jam

Earth Hour (EH) merupakan gerakan mematikan listrik selama satu jam yang diperkenalkan oleh lembaga internasional untuk pelestarian lingkungan, WWF (World Wide Fund for Nature). Gerakan ini pertama kali dicetuskan di Sydney, Australia pada tahun 2007 dan dengan cepat diikuti berbagai negara pada tahun berikutnya. Tahun 2009, Jakarta menjadi kota besar Indonesia pertama yang mendukung kampanye global penghematan energi ini. Laporan WWF pada tahun 2013, tercatat sekurangnya 7000 kota di 162 negara dan 30 kota dari Sabang hingga Merauke turut berpartisipasi secara sukarela mendukung gerakan ini.

WWF mengklaim, dari EH tahun 2013 di Jakarta saja dapat menghemat 236 megawatt listrik, yang setara dengan 260 juta rupiah. Memasuki tahun keenam pelaksanaanya pada hari Sabtu (29/3), 32 kota se-Indonesia telah menyatakan komitmen untuk berpartisipasi. Dari jumlah ini, terdapat dua kota, yaitu Palembang dan Padang yang baru kali pertama secara resmi mendukung kampanye ini.

“Indonesia adalah salah satu lokasi Earth Hour di dunia yang paling kuat digerakkan komunitas dan digital. Tahun 2014 ini WWF mengampanyekan bukan hanya menghemat energi dengan mematikan lampu, tapi juga mengajak masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum, mengurangi penggunaan plastik serta bijak menggunakan kertas,” kata Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF, Nyoman Iswarayoga saat dihubungi Ekuatorial (26/3). Tahun ini tema Earth Hour adalah Use Your Power, yang menurut Nyoman  dimaksudkan untuk menyadartahukan masyarakat secara luas agar memilih produk-produk yang menjalankan produksi ramah lingkungan serta berpihak pada pelestarian hutan.

Warisan Leluhur Hindu

Jika Earth Hour pertama digalakkan pada 2007, masyarakat Hindu Bali ternyata telah memiliki kesadaran serupa untuk melestarikan energi sejak tahun 78 masehi. Ritual yang dikenal secara luas dengan Nyepi ini diperingati setiap pergantian tahun baru Saka, tahun baru menurut kalender Hindu. “Sumber perayaan Nyepi menjadi jelas setelah kitab Negara Kertagama mencatat adanya perayaan Nyepi di Kerajaan Majapahit yang disebut Citramaisa,” terang Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar  Prof. I Made Titib.

Bagi masyarakat Hindu di Bali, Nyepi merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk menyucikan alam manusia (buwana alit) dan alam semesta (buwana agung). Dalam menjalankan ritual, terdapat beberapa kegiatan pokok yang harus dijalankan, seperti amati karya (tidak bekerja), amati geni (tidak menyalakan api atau cahaya), amati leluangan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).

Praktis, segala kegiatan di lingkungan Bali –kecuali rumah sakit dan keperluan darurat lainnya- berhenti total selama 24 jam penuh. Pecalang, pasukan yang ditunjuk khusus untuk memastikan Nyepi berlangsung kondusif akan mengontrol setiap aktifitas masyarakat selama perayaan ini. Selama sehari inilah masyarakat bisa merasakan kembali lingkungan yang bebas polusi, baik yang berasal dari asap kendaraan bermotor, cahaya atau bentuk polusi lain yang sangat dekat dengan keseharian masyarakat yang tinggal di perkotaan. Pada tahun 2013 silam, sebagaimana disampaikan Humas PLN Distribusi Bali, Agung Mastika, perayaan Nyepi berhasil menghemat penggunaan listrik sekurangnya 290 megawatt atau setara 4 milyar rupiah.

Disamping itu, kearifan budaya Bali yang menghargai lingkungan ternyata tak hanya Nyepi. Masyarakat di Kepulauan Nusa Penida, sejak tahun 1600 telah rutin menjalankan Nyepi Segara, yakninya menghentikan aktifitas melaut sehari penuh pada saat purnama keempat berdasar penanggalan Bali. Kepercayaan yang ditaati warga di Nusa Gede, Lembongan dan Cenongan ini dikenal dengan Nyepi Segara. “Nyepi Segara tidak hanya berlaku bagi aktifitas nelayan, namun juga aktifitas transportasi laut dan wisata. Pada saat tersebut, Dewa Baruna yang menjadi penguasa laut sedang melakukan Tapa Yoga Semadi, makanya kalau diganggu akan terjadi bencana,” jelas I Wayan Sukasta, tokoh masyarakat Nusa Gede kepada beritabali.com beberapa waktu lalu. Azhari Fauzi & Januar Hakam

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.