Klaten, Ekuatorial – Bencana banjir lahar dingin mengancam pemukiman di Klaten, Jawa Tengah. Terutama bagi masyarakat yang berada di tiga wilayah kecamatan rawan musibah banjir dan tanah longsor. Seperti di Kecamatan Gantiwarno, Kecamatan Bayat dan Kecamatan Cawas. Pasalnya ketiga wilayah tersebut berada di wilayah aliran sungai Dengkeng.

Menyadari potensi bencana itu, Pemerintah Kabupaten Klaten menetapkan sampai tiga bulan ke depan, seluruh wilayah disana dalam status siaga bencana. Bupati Klaten, Sunarno meminta kepada seluruh Kepala Desa, Camat, SKPD terkait untuk tidak meninggalkan wilayahnya selama status siaga bencana diterapkan. Langkah ini diambil agar bisa segera melakukan koordinasi secepatnya bila terjadi bencana.

Tak berapa lama setelah status siaga bencana resmi diterapkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten, menerima kabar tanggul Serenan di bantaran Bengawan Solo mengalami retak. Keretakan tanggul Serenan mengancam warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Dengkeng. Sebab, wilayah itu merupakan titik pertemuan antara aliran sungai Bengawan Solo dan kali Dengkeng. Retaknya tanggul diklaim akibat terkikis air ini, karena tanggul tidak kuat menahan derasnya arus dari sungai Bengawan Solo.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, Sri Winoto, Minggu (7/12) menjelaskanpanjang tanggul yang retak itu sekitar 20-25 meter. “Pihak BPBD tahun lalu juga sudah memberikan bantuan sebesar Rp. 10 juta per KK untuk membantu merelokasi sekitar 5 KK yang ada di sekitar tanggul, untuk pindah ke tempat yang lebih aman,” jelas Sri Winoto kepada Ekuatorial di Klaten, Jawa Tengah.

Dikhawatirkan jika retakan meluas dan hujan turun dengan intensitas tinggi akan mengancam permukiman warga yang terletak hanya beberapa meter dari lokasi tanggul. Kondisi tanggul di Serenan sudah sangat kritis dan mendesak direvitalisasi.

Namun ungkap Sri Winoto saat ini ada dua alternatif yang bisa dilakukan untuk warga sekitar tanggul. Pertama adalah dengan relokasi. Namun hal tersebut sangat tidak mungkin dilakukan karena menyangkut tanah yang harus disediakan. Kemudian yang kedua lanjut Sri Winoto dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) yang seharusnya memetakan dan menanggulangi tanggul yang kritis.

“Harusnya pihak BBWSBS berusaha menanggulangi tanggul yang kritis tersebut,” ungkapnya lagi.

Pihak BPBD sendiri sebenarnya sudah mengajukan proposal perbaikan tanggul. Sebab rusaknya tanggul Serenan hanya bisa diperbaiki secara permanen. Bukan dengan pembuatan bronjong maupun tumpukan karung goni.

Langkah darurat untuk mengantisipasi agar keretakan tanggul tidak semakin meluas, akhirnya dipasang tanggul bronjong kawat si sekitar tujuh desa di kecamatan Cawas. Bronjong dibangun sepanjang 10-15 meter, dengan tinggi sekitar 25 meter.

Aliran sungai Dengkeng yang merupakan anak Bengawn Solo melewati tujuh kecamatan dan 34 desa yang rawan banjir. Yang paling berbahaya di wilayah Klaten jika tanggul sampai jebol maka selain mengancam pemukiman juga mengancam areal persawahan warga.

Banjir Lahar Dingin

Masalah lain yang dihadapi Pemkab Klaten yaitu banjir lahar dingin Gunung Merapi. Untuk mengurangi korban jiwa serta mempermudah proses evakuasi, bila aliran dingin menerjang, BPBD akhirnya memasang 4 lampu tembak atau lampu sorot di sejumlah lokasi cekdam Kaliworo.

Sri Winoto mengatakan pemasangan lampu sorot ini ditujukan sebagai pengamanan di jembatan yang merupakan jalur alternatif bagi warga dan juga berfungsi untuk penerangan bagi penyeberangan bagi warga setempat. Sebab, beberapa waktu lalu saat terjadi banjir lahar hujan, sempat memakan korban jiwa serta truck pengangkut pasir yang hanyut terbawa banjir.

“Jadi pemasangan lampu tembak itu untuk mempermudah pengamanan lokasi tersebut,” terangnya lagi.

Pemasangan itu dilakukan BPBD bersama Dinas Pekerjaan Umum (DPU) di cekdam Borangan dan Jembatan Kedusan, di Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo. Dua lainnya dipasang sebagai ganti dua lampu tembak di Cekdam Kendalsari dan Sukorini yang mati.

“Lampu tersebut memiliki kekuatan sekitar 500 watt dilakukan di Desa Borangan,” paparnya.

Sedangkan Cekdam itu sendiri berfungsi untuk menahan aliran lahar panas maupun lahar hujan juga digunakan digunakan warga sebagai jembatan penyeberangan alternatif. Cekdam yang ada di wilayah Kaliworo digunakan warga dari Boyolali, atau mungkin ke Semarang yang dari Jogja sering melewati jalur tersebut. Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.