Meskipun sempat tidak dialiri oleh listrik negara, warga Dusun Candipromasan didukung oleh komunitas masyarakat setempat bergiat membangun sendiri pembangkit listrik tenaga air skala kecil, atau Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH). Dengan pembangkit ini, warga bisa memenuhi kebutuhan listrik sendiri bahkan bisa menghidupkan sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan.

Oleh Zakki Amali

Kendal, JAWA TENGAH. Sebelum akhirnya dialiri oleh listrik negara tepat 31 Desember 2018, warga Dusun Candipromasan, Desa Ngesrepbalong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, memenuhi kebutuhan listrik secara swadaya dengan membangun pembangkit listrik tenaga air skala kecil, atau lebih dikenal dengan Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH).

Sejak menghuni dusun pada tahun 1982, warga menggunakan penerangan seadanya, mulai dari minyak tanah, genset berbahan bensin, dan akhirnya membangun sendiri PLTMH yang mulai beroperasi pada tahun 2015.

“Terkait PLTMH, kami tetap menggunakannya untuk menerangi Goa Jepang—destinasi wisata lokal di Candipromasan—dan penerangan jalan. PLTMH itu bagian sejarah kami,” kata Sangirun, salah satu penduduk Dusun Candipromasan, kepada Ekuatorial, 3 Januari 2019.

PLTMH tersebut diinisiasi oleh komunitas peduli lingkungan dan kebencanaan yakni Salatiga Peduli, Semarang Peduli, Boja Peduli dan Ungaran Peduli, yang dibangun mulai 2010 hingga 2015.

Erik Darmawan, koordinator relawan Salatiga Peduli, mengatakan bahwa komunitas lintas daerah tergerak membangun PLTMH karena saat itu warga dusun belum memperoleh listrik murah dan stabil dari negara.

“Biaya pembangunan mikro hidro dari perorangan terkumpul secara suka rela. Komponennya dirangkai dari barang bekas dan pembuatannya oleh komunitas sendiri. Ini yang membuat prosesnya lama,” kata Erik, pertengahan Desember 2018 kepada Ekuatorial.

PLTMH memanfaatkan debit air dari Sendang Promasan yang berjarak hanya 500 meter dari pemukiman.

Pada musim kemarau, sendang tersebut menghasilkan debit air sebesar 25 meter kubik per detik dan 50 meter kubik per detik pada musim penghujan.

Turbin mikrohidro diletakkan pada bangunan semi permanen terbuat dari papan kayu beratapkan fiberglass yang berada 100 meter di bawah bendungan yang dibangun untuk menampung air sungai.

Air dari bendungan akan mengalir ke bawah melalui pipa paralon diameter enam inci menuju ke turbin pembangkit.

Bendungan sungai Dusun Candipromasan tempat menampung air untuk menggerakkan turbin mikro hidro. Sumber: Zakki Amali

 

Koordinator lapangan Semarang Peduli, Joko Suryanto, mengatakan kecepatan turbin berputar diperkirakan 115 rotasi per menit (rpm) yang menghasilkan listrik 5.000 watt untuk menerangi 16 rumah.

“Saat musim kemarau, listrik yang dihasilkan bisa untuk 12 jam dari pukul enam sore sampai enam pagi. Sedangkan, saat penghujan, bisa hasilkan 24 jam listrik,” kata Joko yang berpengalaman membangun PLTMH dari perusahaan tempatnya dulu bekerja.

“Komponen paling mahal itu mesin generator, harganya sepuluh juta. Bagian lain dari mikro hidro kami buat sendiri. Turbin dari pipa besi yang dimodifikasi. Bagian tengah turbin pakai rem cakram sepeda motor bekas untuk mengatur kecepatan putaran dengan 12 sudu (bilah turbin),” kata Joko menambahkan bahwa mereka juga merancang sendiri sistem kelistrikan.

Ia menjelaskan mereka membangun sendiri sistem pembagi yang serupa dengan terminal listrik agar aliran stabil dengan menggunakan miniature circuit breaker (mcb) berukuran 0,5 ampere yang dipasang di masing-masing rumah.

“Perawatan dilakukan warga. Setiap tahun rutin ganti piston, karena mesin terus bekerja sepanjang waktu. Sampai sekarang, mikro hidro masih berfungsi dengan baik,” ujarnya.

Idealnya, katanya, aliran listrik dari PLTMH akan dibagi dengan menggunakan trafo atau transformator.

“Sistem terminal mcb langsung menghubungkan mikro hidro dengan rumah warga. Tidak dibagi rata seperti sistem trafo. Jadi rumah di ujung dusun yang dapat listrik paling banyak. Ini kekurangannya. Tapi tetap kami pilih sesuai dengan kemampuan dana relawan,” kata Joko.

 

Listrik Masuk Dusun

Dengan hadirnya listrik negara ke Dusun Candipromasan, Erik Darmawan, koordinator relawan Salatiga Peduli, mengapresiasi pemerintah yang merespon upaya warga dan komunitas sehingga bisa terwujud hak dasar atas listrik.

“Sudah semestinya negara hadir di dusun. Warga sudah lama menanti listrik PLN. Kami hanya bagian dari gerakan sipil mencari solusi. Dengan listrik dari PLN, tak membuat PLTMH berhenti. Kami mendukung warga untuk mempertahankannya,” kata Erik.

Saat menggunakan listrik dari PLTMH, warga bisa menghemat pengeluaran dengan hanya membayar Rp15000 per bulan untuk setiap rumah ketimbang membayar Rp13000 per malam atau Rp390000 per bulan apabila memanfaatkan genset berbahan bakar bensin.

“Dengan mikrohidro, saya bisa menghemat pengeluaran. Listrik lebih banyak dan murah, sehingga bisa merawat anak ketiga saya yang berusia 4 bulan. Saya bisa makan kenyang, karena menanak nasi dengan aliran listrik yang terus ada. Pakai genset, sekarang sudah jarang,” kata Sangirun.

Meski demikian, ia mengaku lebih tenang dengan adanya aliran listrik dari negara yang menyala tepat di malam pergantian tahun baru 2019.

“Baru kali ini merasakan kemerdekaan berupa aliran listrik negara. Terima kasih kepada pemerintah dan PLN,” kata Sangirun. “Bayar listrik dengan sistem pulsa. Lebih murah dibanding genset dan mikro hidro, karena sekarang stabil, menyala terus 24 jam. Kami lebih tenang.”

Dari 16 rumah di Candipromasan, jelasnya, hanya satu rumah yang tidak jadi pelanggan PLN, karena penghuninya akan pindah ke Jawa Timur di tahun 2019.

Letak Dusun Candipromasan terpisah dengan pemukiman lain di Desa Ngesrepbalong dan hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Jarak dengan desa terdekat membutuhkan waktu sekitar 45 menit perjalanan.

Dusun Candipromasan berada pada ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut yang menjadi basecamp pendakian terakhir di sisi utara puncak Gunung Ungaran, yang memiliki ketinggian 2050 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai Gunung Ungaran, diperlukan waktu dua jam berjalan kaki dari dusun tersebut.

Pemukiman warga area kebun teh PT Rumpun Sari Medini di Gunung Ungaran di Dusun Candipromasan Desa Ngesrepbalong Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Sumber: Zakki Amali

 

Sangirun, yang berprofesi sebagai pemetik teh, mengatakan bahwa keberadaan PLTMH—sebelum ada listrik PLN—mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari mereka, mulai dari berdagang hingga mengasuh

“Tanpa listrik, perawatan balita akan sulit, karena sering menangis saat malam hari dan gelap. Listrik murah dari PLTMH telah membantu kehidupan keluarga kami,” ujarnya. “Banyak anak dusun yang sekolah ke desa berjarak 45 menit. Mereka naik motor sendiri, kadang diantar orang tua. Listrik kebutuhan dasar untuk anak agar bisa belajar tenang.”

Rahmat Basuki, salah satu pemilik warung, mengatakan bahwa mereka masih tetap menggunakan genset pada musim kemarau, mulai pukul 17.30-21.30, akibat berkurangnya pasokan listrik dari PLTMH.

Ia mengatakan bahwa pasokan listrik yang stabil mendatangkan rezeki bagi warungnya yang menjadi tempat persinggahan para pendaki Gunung Ungaran yang ingin mengisi baterai telepon genggam, selain membeli makanan dan alat mandi.

Selain itu, keuntungan dari PLTMH antara lain warga tak lagi was-was saat buang air besar atau kecil, para tamu dan pendaki masih bisa beraktivitas dengan mudah hingga malam, dan musala dusun dapat menggunakan pengeras suara untuk azan tanpa perlu menghidupkan genset berkali-kali.

Abdul Goffar, Koordinator Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah, mendukung agar PLTMH tetap ada karena menjadi sarana edukasi pemanfaatan energi baru terbarukan di Jawa Tengah yang diinisiasi masyarakat sipil.

“Kami mendorong pemanfaatan energi bersih untuk mengikis ketergantungan listrik dari bahan bakar fosil yang kotor. Upaya komunitas dan warga itu membuktikan, kita sebenarnya mampu untuk menciptakan listrik ramah lingkungan,” kata Abdul menambahkan semestinya negara hadir sejak dulu menerangi dusun, karena warga berhak atas energi.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah membangun beberapa jaringan listrik baru, terdiri dari pembangunan tiang dan kabel listrik sejauh 4547 meter, dari Desa Medini, Kecamatan Limbangan hingga Dusun Candipromasan di Desa Ngesrepbalong, Kabupaten Kendal, pada tahun 2017 hingga 2018.

Namun, Haris, pelaksana tugas Manager Komunikasi PT PLN Unit Induk Distribusi Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan bahwa mereka baru bisa mengalirkan listrik ke daerah tersebut tahun 2018 akibat kendala proses administrasi dan perizinan.

“Meski daerah terpencil tetap kami layani listrik demi terwujudnya misi kami menerangi negeri, tidak jadi soal terkait besarnya biaya, karena negara sudah menyediakan anggaran. Jadi hitungannya bukan lagi untung atau rugi, tapi hak dasar berupa listrik bagi warga di semua terpenuhi,” lanjutnya. “Perencanaan jaringan listrik pada 2017 dilanjutkan pembangunan selama Januari-November 2018. Kini, per 31 Desember 2018 listrik sudah mengalir ke dusun.”

Ia mengatakan bahwa ada 15 rumah tangga di Dusun Candipromasan yang sudah dialiri listrik PLN.

“Memang per 31 Desember 2018, sudah tidak ada daftar tunggu calon pelanggan, sehingga saat sudah semua warga mendaftar, listrik kami alirkan,” ungkap Haris akhir Desember 2018. EKUATORIAL.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.