Eksploitasi air tanah dalam yang berlebihan jadi salah satu faktor utama penyebab penurunan permukaan tanah di Semarang, selain kenaikan permukaan laut.

Masifnya pemakaian air tanah dalam membuat Semarang ambles. Dari citra Google, kita bisa melihat bagaimana Tambak Tejo di kawasan Tambak Lorok, Semarang, berubah dari tahun-ke-tahun. Pada 2015, jalan di permukiman padat penduduk itu masih tampak, sebagian paving block sebagian jalan tanah. Pada Juli 2022, jalan itu sudah tak ada, tenggelam oleh genangan air. 

Jalan di bagian selatan yang berdekatan dengan kampung nelayan itu sedang dibangun kembali. Pemerintah Kota meninggikannya agar air tak merendamnya. Namun, usaha ini seperti sia-sia karena tanah di sini terus turun, sementara rob dari laut terus naik. Rumah-rumah di bagian utara Tambak Rejo bahkan sudah lenyap. Sebagian besar tenggelam, tersapu ombak, lainnya menunggu roboh. Banyak penduduk di sini sudah pindah. 

Hanya Sukar dan istrinya, Romlah, yang bertahan. Rumah pasangan berusia 70 tahun dan 50 tahun ini seperti pulau. Sekelilingnya air yang tak kunjung surut.

Untuk sampai ke rumah mereka, tim Forest Digest harus berjalan dari sempadan Kali Banjir Timur lalu meniti bambu. “Bapak tak mau pindah,” kata Romlah. Sukar yang sedang memperbaiki titian bambu tersenyum mendengar ucapan istrinya. “Kalau pindah aku ngapain?” kata Sukar. “Di sini banyak yang bisa dikerjakan.”

Sukar dan Romlah tumbuh dan besar di Tambak Lorok. Sepuluh tahun lalu, mereka hidup dari tambak yang mereka bangun di sisi timur rumah. Kini, tambak itu musnah. Lahan bekas tambak kini menjadi bagian laut lepas. Sukar membuat pembatasnya sehingga jadi kolam pancing.

Sukar mengutip bayaran Rp 10.000 kepada pemancing. Dalam sehari, biasanya ada 3-5 pemancing yang datang, jadi sepuluh orang jika akhir pekan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka memakai air tanah dalam atau air artesis yang tersalur memakai pipa. “Pipa air PDAM tak sampai ke sini,” kata Romlah. 

Ketika banjir besar rob Semarang pada 23 Mei 2022, Tambak Lorok terendam jauh hingga sepinggang orang dewasa. “Saya bertahan di warung,” kata Istiaroh, 50 tahun, dari RT 1 RW 13 Tambak Mulyo. Warung Istiaroh di teras rumahnya merupakan satu-satunya bagian dari rumah yang kering. 

Tanpa banjir besar pun, air rob tetap masuk rumahnya walau tidak tinggi. Di dapurnya, sebagian lantai sudah dinaikkan dengan menambahkan paving block, tapi masih ada sepetak lantai yang masih tergenang. “Yang itu belum ditutup. Aku tak bisa beli satu rit, jadi belinya satuan,” kata Istiaroh.

Tak semua penduduk Tambak Lorok, yang berjumlah sekitar 10.000 jiwa itu, paham air rob tak surut karena permukaan tanah tempat mereka tinggal terus turun. Menurut Kepala Laboratorium Geodesi, Heri Andreas yang 14 tahun meneliti pantai utara Jawa, penurunan tanah di Tambak Lorok mencapai 10-15 sentimeter per tahun.

Karena itu, meski warga Tambak Lorok meninggikan lantai tiap lima tahun, rumah mereka tetap tergenang. Biaya meninggikan rumah cukup mahal. Untuk menaikkan lantai satu meter dengan luas 50 meter persegi perlu setidaknya Rp 27 juta.

Menurut Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, penduduk menolak relokasi meski pemerintah menyediakan rumah susun. “Mereka terbiasa hidup di daratan,” katanya. “Kalau mereka bersedia pindah, kami bangunkan rumahnya.”

Heri Andreas mengatakan penyebab penurunan tanah di Semarang adalah struktur tanah alluvial yang mudah terbawa air. Bangunan-bangunan berat seperti pabrik, kawasan industri, dan pelabuhan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas—yang bersebelahan dengan Tambak Lorok—memberi tekanan berlebih pada tanah di pesisir Semarang yang belum padat. Sebab lain: pemakaian air tanah yang masif.

Citra satelit Tambak Lorok 2003-2022
Citra satelit kampung Tambak Lorok pada 2003 (kiri), terlihat masih banyak tambak di kawasan Tambak Rejo. Pada wilayah yang sama pada 2022 (kanan), tambak sudah menghilang.

Penduduk Tambak Lorok hampir seumur hidup menggunakan air tanah dalam. Yang mereka ingat, sebelum dialirkan memakai pipa, air bersih pada masa lalu dijajakan per jerigen dan didorong penjualnya keliling perkampungan.

Usaha sumur artesis di kampung Tambak Lorok sudah dimulai setidaknya sejak 1996. Karena sulit mendapatkan air bersih, sejumlah penduduk mengebor tanah. Karena pengeboran air tanah dalam itu membutuhkan biaya besar, bisnis air artesis pun berbasis komunitas. 

Ada sebelas pengusaha air tanah dalam atau artesis di Tambak Lorok. Tiap pengusaha sumur artesis memiliki sekitar 300 pelanggan. “Aku punya tiga sumur,” kata Triwahyuni, 34 tahun, penduduk RT 3 RW 13. “Satu sudah hilang kena jepitan paku bumi ketika pemerintah membangun fondasi seabelt.” Kedalaman sumur artesis ini 100-120 meter. 

Triwahyuni tinggal di Gang Masjid. Di Gang itu, ada tiga pengusaha air artesis. Gang Masjid, termasuk salah satu gang yang memiliki jalan paling bagus hasil patungan penduduknya. Dia menyebut usaha penyediaan air artesis punya izin dari pemerintah provinsi Jawa Tengah. “Pajak juga bayar ke pemerintah kota, bapake yang tahu, yang jelas gede,” kata Triwahyuni. 

Untuk berlangganan air artesis, penduduk Tambak Lorok perlu membayar biaya pasang pipa Rp 600.000 hingga Rp 1.000.000, bergantung jarak rumah ke sumur. Setelah itu pelanggan membayar pemakaian air Rp 4.000 per meter kubik. Tidak ada tambahan biaya lagi. 

Rata-rata pemakaian air setiap rumah di Tambak Lorok sebanyak 4-5 meter kubik sepekan. Sehingga pelanggan air artesis membayar Rp 64.000-80.000 per bulan. Sementara jika menggunakan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mereka harus membayar Rp 63.700-Rp 82.500 per bulan untuk pemakaian yang sama. Tarif PDAM Tirta Moedal untuk golongan rumah tangga Rp 3.550 untuk 10 meter kubik pertama dan Rp 4.700 untuk 10 meter kubik berikutnya.

Meski tarifnya tidak jauh berbeda, penduduk lebih suka air artesis. Rasa air artesis, menurut warga Tambak Lorok, lebih enak. Pembayaran air artesis juga bisa diselesaikan secara kekeluargaan. “Saya menurut tuan rumah saja. Kalau bulanan per tanggal berapa, pembayaran tiap hari minggu juga bisa,” kata Triwahyuni. Sementara PDAM Tirta Moedal menetapkan denda apabila penduduk telat membayarnya tiap tanggal 20.

Alasan lain air PDAM tak bisa diminum. Alfiyah, Ketua RT5 RW 6 Tambak Rejo, merujuk fakta bahwa Air PDAM yang bersumber dari air permukaan yang diolah mengandung bahan kimia seperti kaporit dan klorin untuk membunuh bakteri dan menjernihkan air. Jika mengonsumsi air PDAM, mereka masih harus membayar untuk air minum dalam kemasan Rp 5.000 per galon. “Buat es batu kalau pakai air PDAM tidak tahan lama, beda rasanya,” kata Alfiyah. 

Menurut Alfiyah, pemakaian air terbanyak penduduk Tambak Rejo biasanya untuk mencuci kendaraan. “Kalau keluar rumah, motor jegur (tercebur air rob). Pulang jegur ulang. Kalau tidak cuci kendaraan, ya (onderdilnya) neyeng semua,” katanya. 

Menurut Istiaroh, pipa PDAM sudah dipasang sejak lama dan menjangkau Kampung Tambak Lorok. “Di jalan depan warung saya ada pipa PDAM,” katanya. Tapi pipa tersebut tidak tersambung ke rumahnya atau tetangganya. Saat ini, hanya ada sebagian kecil rumah di RW 12 dan 13 serta 97 rumah di kampung Nelayan RW 16 yang tersambung dengan  PDAM Tirta Moedal.

Direktur PDAM Tirta Moedal Yudi Indardo mengatakan pemakaian air PDAM di Tambak Lorok termasuk minim. “Ada yang hanya 10 meter kubik sebulan, mungkin mereka menampung air hujan dan baru ingat PDAM saat kemarau,” kata Yudi. Ia memang tidak secara eksplisit mengungkap adanya potensi NRW (non revenue water) atau nilai kehilangan air, yang cukup tinggi di Tambak Lorok. Tetapi ini merupakan persoalan klasik di perkampungan di hampir seluruh PDAM di Indonesia.

Larangan memakai air tanah kian rumit karena tak menjadi kebijakan pemerintah secara nasional. Pemerintah bahkan memasukkan pemakaian air tanah dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) 2030. Dalam SGD’s, penyediaan air bersih, dari mana pun sumbernya, menjadi tolak ukur keberhasilan program pemerintah. 

Heri Andreas mengatakan pemerintah juga kerap menolak fakta bahwa eksploitasi air tanah berlebihan adalah penyebab penurunan tanah. “Mereka lebih percaya bahwa kenaikan muka air laut adalah penyebab banjir rob. Padahal penyebabnya eksploitasi air tanah berlebihan,” kata Heri. 

Menurut catatan Laboratorium Geodesi ITB, kenaikan muka air laut di Jawa hanya 6 milimeter per tahun. Sementara penurunan tanah di pesisir Jawa rata-rata 10 milimeter per tahun. Pemahaman bahwa banjir rob sebagian besar disebabkan oleh kenaikan air laut, mengakibatkan pemakaian air tanah tak menjadi perhatian pemerintah.

Namun, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi paham bahwa penurunan tanah terjadi akibat eksploitasi air tanah secara berlebihan. Menurut Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal Yudi Indardo eksploitasi air tanah dalam tak hanya terjadi di Tambak Loro. Di Simpang Lima, pusat kota Semarang yang jaraknya 6 kilometer dari laut, airnya sudah payau. “Pipa kami banyak yang korosif di sana. Intrusi air laut sudah ada,” katanya. 

Karena itu Hendrar mendorong masyarakat Semarang memakai air PDAM. Setelah waduk Jatibarang dan SPAM Semarang Barat beroperasi pada 2021, dia yakin suplai air akan berlimpah hingga ke permukiman di pesisir Laut Jawa. Namun, sebagian masyarakat Semarang, terutama yang tinggal di pesisir, cenderung menolak dan bertahan memakai air tanah dengan alasan seperti disampaikan Alfiyah tadi.

Problemnya, kata Hendrar, pemakaian air tanah masih legal sepanjang mendapatkan izin dari pemerintah provinsi. Pemerintah kota/kabupaten hanya diizinkan mengutip pajak air tanah dan menegakkan hukum, seperti menutup sumur artesis yang tak memiliki izin atau mengambilnya melewati batas volume air yang diizinkan.

Yudi berharap pemerintah kota dan pemerintah provinsi membantu peralihan air tanah dalam ke air PDAM melalui regulasi. “Terutama untuk nondomestik, itu pemakaian air tanah luar biasa,” katanya.

Menurut Yudi, salah satu regulasi yang bisa diterapkan adalah menaikkan nilai perolehan air (NPA) agar pajak air tanah lebih tinggi ketimbang tarif air PDAM. Yudi juga menekankan perlunya larangan membangun sumur artesis bagi daerah yang sudah terlayani pipa PDAM. Saat ini, izin pemanfaatan air tanah dievaluasi setiap tiga tahun. Pemerintah bisa menyetopnya jika PDAM sudah masuk ke area tersebut.

Tidak semua penduduk memahami bahaya pemakaian air tanah dalam secara terus menerus berdampak pada penurunan tanah tempat mereka tinggal. “Apa benar penggunaan air artesis satu-satunya penyebab turunnya tanah?” kata Alfiyah. “Kalau tanggul sudah dibangun, Tambak Lorok tidak akan banjir lagi,” Triwahyuni menambahkan dengan menyebut penurunan tanah dan ekstraksi air artesis tidak berhubungan. 

Menurut Istiaroh, penduduk sebetulnya mau saja memakai air PDAM. Bahkan ia bersedia jika pindah tempat tinggal. “Tapi dari dulu hanya wacana saja,” katanya. Penduduk lain mengamini. “Saya yang penting tidak basah karena rob setiap hari,” kata Romlahnya.

Yudi tengah mendorong industri, terutama di kawasan Lamicitra Pelabuhan Tanjung Mas di sisi barat Tambak Lorok untuk meninggalkan penggunaan air tanah dalam dan beralih ke air PDAM. Ia mengatakan perusahaannya menjalin kerja sama dengan VEI, perusahaan air dari Belanda, menyambungkan suplai air ke 2.000 rumah, sebagian untuk Tambak Lorok, lewat program Waterworx

Tanpa aturan-aturan yang memaksa dan edukasi yang terus menerus, penduduk Tambak Lorok akan terus memakai air tanah dalam yang membahayakan kelangsungan hidup mereka. Ditambah krisis iklim yang menaikkan rob, pesisir Jawa akan tenggelam tak lama lagi. Semarang adalah kota dengan laju penurunan tanah tercepat kedua di dunia.

Liputan ini didukung oleh Internews’ Earth Journalism Network melalui program Story Grant 2022 Asia-Pasifik dan pertama kali terbit di Forest Digest edisi Juli-September 2022.

About the writer

Amandra Megarani

Amandra Megarani started her journalistic career in 2007, after graduating from Bandung Institute of Technology. She became a reporter for Tempo covering various beats, from economics to lifestyle, and...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.