Posted inArtikel / Agraria

Selamatkan petani merica Sulawesi Selatan dari bahaya tambang nikel!

Terdapat 4.239 ha kebun merica milik petani dan perempuan di Tanamalia, Sulawesi Selatan, yang terancam digusur perusahaan tambang nikel.

Ekspansi tambang nikel di Pulau Sulawesi mengancam ribuan petani merica di Kabupaten Luwu Timur. Pertambangan ini akan mengganggu lingkungan hidup, khususnya ekosistem hutan dan perkebunan petani dan perempuan di sana.

Dikutip dari siaran pers Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan, Sabtu (27/10/2023) di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, konflik yang besar berpotensi terjadi dan dialami oleh ribuan petani dan perempuan di Desa Ranteangin dan Loeha, Kecamatan Towuti.

Pasalnya, terdapat 4.239 Ha kebun merica milik petani dan perempuan di area yang disebut Tanamalia terancam digusur oleh perusahaan tambang nikel.

“Tidak hanya itu, ekosistem hutan hujan dan danau yang terletak di daerah tersebut juga terancam rusak akibat ekspansi atau perluasan tambang nikel,” demikian dikutip dari siaran pers WALHI Sulawesi Selatan yang merupakan pernyataan bersama Asosiasi Petani Lada Loeha Raya, Pejuang Perempuan Loeha Raya, WALHI Nasional, JATAM, Satya Bumi, Trend Asia, HuMa, AEER.

Bagi masyarakat, hutan, danau dan kebun merica adalah kesatuan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan karena memiliki fungsi yang saling berhubungan. Bila salah satunya rusak, maka kehidupan masyarakat dan flora dan fauna endemik Sulawesi disekitarnya juga akan terganggu, bahkan bisa menghilang.

Ekosistem hutan hujan dan danau yang terletak di [Tanamalia] juga terancam rusak akibat ekspansi atau perluasan tambang nikel

WALHI Sulawesi Selatan

Bagi masyarakat, khususnya perempuan, kebun merica adalah warisan yang paling berharga dari orang tua mereka. Kebun merica tersebut adalah sumber kehidupan utama mereka.

Dari perkebunan merica tersebut, para petani dapat membiayai kehidupan mereka sehari-hari, membeli kebutuhan pokok dan sekunder, hingga menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

Manfaat lainnya yang juga diketahui masyarakat adalah perkebunan merica yang dikelola petani di Tanamalia ternyata mampu mempekerjakan orang lain sebagai buruh tani, dengan upah setiap buruh tani minimal Rp80.000 per hari.

“Dengan begitu, para petani juga telah membantu pemerintah untuk menurunkan pengangguran, khususnya di Sulawesi Selatan,” kara WALHI Sulawesi Selatan.

Tambang nikel rugikan petani merica

Selain itu, berdasarkan studi valuasi ekonomi perkebunan merica petani dan perempuan di Tanamalia, didapatkan nilai ekonomi dari produksi perkebunan merica tersebut sebesar 3,6 triliun setiap musim/tahun.

Angka ini tentu saja tidak dapat diabaikan oleh pemerintah mengingat nilai ekonomi, pergerakan dan perputaran ekonomi yang besar dan kontribusi yang juga sangat besar terhadap perekonomian di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.

Karena ancaman pengurusan dan penghilangan sumber mata pencaharian yang semakin nyata akan terjadi pada petani dan perempuan di Tanamalia (Desa Loeha dan Ranteangin), WALHI Sulawesi Selatan bersama perwakilan Asosiasi Petani Merica Loeha Raya dan Organisasi Perempuan Loeha Raya, datang ke Jakarta sejak hari Senin hingga Kamis (2-5 Oktober 2023) lalu untuk memohon kepada Presiden Joko Widodo agar menghapus konsesi perusahaan tambang di Tanamalia.

WALHI Sulawesi Selatan dan koalisi masyarakat sipil juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar tidak menerbitkan IPPKH baru untuk perusahaan tambang. Memohon kepada Menteri ESDM agar meninjau ulang konsesi tambang di Blok Tanamalia.

Petani Tanamalia berharap agar pertambangan tidak mengakibatkan penggusuran, kekerasan, intimidasi, teror dan pelanggaran HAM dan pemiskinan masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak.

Saat ini, masyarakat yang berprofesi sebagai petani, buruh tani, dan berbagai kalangan lainnya telah bersatu dalam penolakan ini.

Mereka telah mengumpulkan 1.404 tanda tangan dalam petisi untuk meminta pemerintah Indonesia mengeluarkan Tanamalia dari konsesi tambang nikel.
Bahkan saat ini, petani dari lima desa yang berkebun di wilayah Tanamalia telah bersatu untuk mempertahankan perkebunan mereka dari ancaman penggusuran.

Selain itu, upaya advokasi telah dilakukan melalui audiensi dengan pemerintah daerah, pemerintah kabupaten, dan pemerintah pusat.

Ribuan petani merica di Desa Loeha dan Ranteangin akan terus berjuang demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam setiap kebijakan atau proyek yang melibatkan pengelolaan sumber daya alam.

Terakhir, melalui siaran pers ini, Asosiasi Petani Merica Loeha Raya bersama Pejuang Perempuan Loeha Raya meminta kepada seluruh pihak untuk segera melindungi kehidupan dan mata pencaharian petani dan perempuan di Desa Ranteangin dan Loeha, juga menyelamatkan ekosistem hutan dan Danau Towuti.


Baca juga:

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.