Jejangkit adalah lokasi perayaan Hari Pangan Sedunia tahun 2018. Namun dalam 3 tahun terakhir produksi padinya menurun drastis.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan mencatat, pada 2020 produksi tanaman padi di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, mencapai seluas 2.879 hektare. Namun pada tahun 2021 lahan yang memproduksi padi turun menjadi 2.127 ha, begitu juga di tahun 2022 produksi padi semakin menurun drastis hanya seluas 1.104 ha.
“Sejak ditetapkannya Jejangkit sebagai lokasi Hari Pangan Sedunia (HPS) tahun 2018, Jejangkit kini cenderung mengalami penurunan produktivitas pangan yaitu padi sawahnya. Bukan hanya gagal panen, petani di Jejangkit bahkan mengalami gagal tanam dalam tiga tahun terakhir,” tulis Walhi Kalimantan Selatan, diakses dari laman resmi, Sabtu (28/10/2023).
Pada momentum HPS 2023, Walhi Kalimantan Selatan mengingatkan kepada pemerintah bahwa HPS yang dilaksanakan 2018 lalu jangan hanya menjadi proyek seremonial saja.
Lokasi perayaan HPS 2018 di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan kini telah menjadi lahan tak berdaya.
“Beberapa warga mengeluhkan air terlalu lama merendam daerah HPS tersebut sehingga sulit untuk menanam padi pada waktu yang seharusnya,” ungkap Walhi Kalimantan Selatan.
Walhi Kalimantan Selatan mendorong pemerintah agar serius mendampingi masyarakat di Jejangkit khususnya masyarakat petani. Sebab, tahun 2023 warga hampir mengalami gagal tanam.
“Meski bisa menanam, hanya sebagian petani saja yang berani bertaruh dengan alam karena waktu tanam yang terlambat dari waktu yang seharusnya. Dengan kondisi tersebut petani juga harus mengairi sawah mereka menggunakan pompa karena kekeringan sehingga biaya produksi petani semakin bertambah,” paparnya.
Awal 2023 juga menjadi ujian bagi petani Jejangkit untuk mempertahankan lahan pangan mereka. Pasalnya banjir yang tidak kunjung surut di Kecamatan Jejangkit diduga akibat pompanisasi dari perusahaan sawit di wilayah tersebut.
Ada setidaknya dua perusahaan yang diduga menjadi sumber penyebab parahnya banjir tersebut. Kedua perusahaan ini dilaporkan warga Jejangkit kepada Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan.
Namun, sampai saat ini perusahaan masih bebal dan dianggap tidak memenuhi tuntutan masyarakat Jejangkit.
Desakan Walhi Kalimantan Selatan
Dengan adanya kondisi tersebut Walhi Kalimantan Selatan menyatakan sebagai berikut:
- Mendesak Pemerintah mengevaluasi proyek food estate maupun proyek serupa yang telah berjalan dan yang masih dikerjakan;
- Mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga dengan perusahaan perusak lingkungan yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat;
- Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat baik pertanian maupun perkebunan serta memberikan akses yang mudah kepada petani;
- Mendesak Gubernur Kalimantan Selatan untuk membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian yang berpihak kepada para petani;
- Mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam atau pun bencana yang dibuat oleh perusahaan perusak lingkungan;
- Mendesak Mabes Polri dan Kapolda Kalsel harus segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, khususnya pertambangan dan perkebunan sawit, dan kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat;
- Mendesak pemerintah menghentikan izin baru pada korporasi perusak lingkungan, izin sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat pada kelangkaan bahan pangan;
- Mendesak pemerintah melakukan perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya dan khususnya lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir;
- Mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk keberlanjutan lingkungan dan kedaulatan pangan.