“Aksi Kolaboratif Kerelawanan Kaum Muda untuk Antisipasi Krisis Iklim” akan melibatkan 40.000 orang di lebih dari 350 lokasi di Indonesia.

Aksi Muda Jaga Iklim (AMJI) mengajak orang muda berkolaborasi melalui gerakan yang mengusung tema “Aksi Kolaboratif Kerelawanan Kaum Muda untuk Antisipasi Krisis Iklim”. Rencananya, kegiatan tersebut akan melibatkan 40.000 orang muda dan diselenggarakan serentak di lebih dari 350 lokasi di Indonesia.

AMJI merupakan gerakan yang diinisiasi komunitas Penjaga Laut, EcoDefender, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Yayasan Indorelawan, Jejakin, Trilogi Ocean Restoration dan Yayasan EcoNusa, sejak 2021.

Yolanda Parede, Koordinator Nasional Penjaga Laut mengatakan, AMJI lahir karena keresahan pada kondisi iklim yang tidak menentu. Dia mencontohkan, masalah yang paling mudah diamati adalah polusi di Jakarta, juga ancaman terhadap ekosistem laut yang bisa membuat harga pangan meningkat.

Pada Sabtu, 28 Oktober 2023, aksi ini akan memasuki tahun penyelenggaraan ketiga. Sebelumnya, pada 2021-2022, AMJI melibatkan sebanyak 29.632 orang muda dari 87 kolaborator di 421 titik. Dalam kurun itu, mereka telah menanam 46.427 bibit pohon dan mangrove, mengumpulkan 37.239 kg sampah, adopsi dan transplantasi 1.426 koral serta melepaskan 200 ekor tukik.

“AMJI kali ke-3 ini akan dilakukan serentak di lebih dari 350 titik di Indonesia. Bersama lebih dari 50 kolaborator, aksi-aksi yang dilakukan harapannya bisa berkontribusi mengurangi dampak krisis iklim yang terjadi, terutama di tengah fenomena El Nino saat ini,” ungkapnya dalam media briefing di Jakarta, Selasa (24/10/2023).

Menurut Yolanda, gerakan AMJI akan terus berlanjut hingga cita-cita mereka tercapai, yaitu memastikan kehidupan yang layak, aman, dan terlepas dari bencana lingkungan akibat krisis iklim.  “Kami harap, ini bisa jadi sarana edukasi anak muda. Bagi yang belum tersentuh isu krisis iklim, kita bisa belajar bersama dari AMJI 2023 ini.”

Nina Nuraisyah, Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Anak Muda Yayasan Econusa menambahkan, gerakan AMJI penting dilakukan di seluruh Indonesia. Sebab, dia menilai, kerusakan ekosistem di suatu wilayah akan berdampak bagi kehidupan warga di tempat lain.

Karenanya, sejak tahun ini, Econusa dan Pramuka disebutnya telah berkolaborasi melahirkan mangrove badge untuk mengenalkan mangrove Indonesia ke seluruh dunia. “Harapannya, mangrove badge ini, dapat mendorong kelestarian mangrove, sehingga target emisi nol bersih bisa tercapai, kualitas udara membaik, dan menjawab masalah krisis iklim yang kita hadapi bersama,” kata Nina.

Dia menilai, keterlibatan generasi muda dalam aksi-aksi perbaikan iklim sebagai keharusan. Sebab, tanpa perubahan ke arah yang lebih baik, dampak krisis iklim akan dirasakan oleh generasi muda yang hidup di masa mendatang.

Kolaborasi lintas sektor

AMJI 2023 mendapat dukungan dari sejumlah organisasi dan komunitas, yang dilakukan dengan beragam cara. Di antaranya kampanye melalui platform digital, penghitungan dampak lingkungan, hingga aksi langsung di sejumlah lokasi.

Indorelawan, misalnya. Platform digital untuk mempertemukan relawan, organisasi maupun komunitas ini, berkontribusi lewat penggalangan dukungan, menginformasikan organisasi atau komunitas yang terlibat, juga detail kegiatan AMJI di berbagai daerah di Indonesia.

Partisipasi tersebut, kata Gresy Kristriana, Project Officer Indorelawan, merupakan kontribusi untuk menuntaskan masalah iklim. Sebab, baginya, permasalahan lingkungan harus menjadi tanggung jawab bersama, termasuk dengan melibatkan orang muda dalam aksi-aksi kolaboratif.

Sisi positifnya, lanjut Gresy, seturut data yang masuk di situs Indorelawan, isu lingkungan merupakan kegiatan yang paling diminati, dengan aktivitas-aktivitas semisal bersih pantai, pilah sampah, tanam mangrove dan lain sebagainya.

“Kami juga pernah bekerja sama dengan beberapa kegiatan seperti World Clean Up Day, Jakarta Clean Up Day, Hari Bersih Indonesia. Lagi-lagi dengan semangat kerelawanan, semangat kolaborasi,” ujarnya.

Di samping itu, AMJI 2023 juga diupayakan dapat mengetahui dampak lingkungan dari aksi-aksi yang telah dilakukan. Fahri Syafrullah, Impact Manager Jejakin mengatakan, sebagai sociopreneur, pihaknya berpengalaman membantu perusahaan, organisasi maupun pemerintah untuk menghitung dampak dari kegiatan-kegiatan baik.

Lingkungan ini bukan hanya warisan nenek moyang, tapi titipan dari anak-cucu kita. Apakah kita punya nurani meninggalkan jejak lingkungan yang rusak?

Pina Ekalipta, Kepala BPDAS Citarum Ciliwung

Dalam kegiatan AMJI 2023, dia mencontohkan, penghitungan itu dapat dilakukan untuk mengukur dampak kualitas udara dari aksi penanaman mangrove di sejumlah titik. “Dengan tools yang kami miliki, dari aksi tanam mangrove yang akan dilakukan, kami bisa hitung dampak penyerapan karbonnya, juga dampak kualitas udara maupun air,” terang Fahri.

Selain organisasi dan komunitas masyarakat, kegiatan ini juga mendapat dukungan dari lembaga negara. Pina Ekalipta, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung, menyatakan berkomitmen membantu penyediaan kebutuhan bibit pohon. Dengan catatan, adanya informasi yang jelas terkait penyelenggara, lokasi, serta tujuan kegiatan.

“Teman-teman mau tanam pohon, silakan menyurat pada kami. Saya kirim, antar, asal lokasi dan tujuannya jelas,” kata dia. “Tidak perlu luas-luas, 1-2 hektare kalau ada ribuan relawan yang lakukan akan berdampak.”

Pina menekankan, selain penanaman pohon, AMJI 2023 juga harus memperhatikan keberlanjutan dari aksi-aksi yang telah dilakukan. “Lingkungan ini bukan hanya warisan nenek moyang, tapi titipan dari anak-cucu kita. Apakah kita punya nurani meninggalkan jejak lingkungan yang rusak?” ujarnya.

AMJI yang diselenggarakan tepat pada peringatan Sumpah Pemuda ke-95, nantinya akan diisi berbagai kegiatan. Seperti aksi bersih pantai, pemberian bibit pohon, penanaman mangrove, adopsi koral hingga pembagian plant-based food. Di samping itu, ada pula kegiatan edukatif seperti diskusi lingkungan dan edukasi dampak perubahan iklim untuk kesehatan di beberapa puskesmas.


Baca juga:

About the writer

Themmy Doaly

Themmy Doaly has been working as Mongabay-Indonesia contributor for North Sulawesi region since 2013. While in the last nine years he has also been writing for a number of news sites in Indonesia, including...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.