Mayoritas pembiayaan publik dalam proyek Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership/JETP) lebih didominasi pinjaman ketimbang hibah. Situasi ini dinilai sebagai keengganan negara maju untuk membayar utang iklim.

Pendanaan JETP meliputi komitmen pembiayaan publik dari grup kemitraan internasional (International Partners Group/IPG) sebesar US$11,6 miliar (Rp179,07 triliun) dan mobilisasi pembiayaan swasta dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) sebesar US$10 miliar.

Dari jumlah tersebut, seperti tertulis dalam dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP), nilai hibah dari pembiayaan publik hanya sekitar US$295,4 juta. Sisanya adalah pinjaman konsesi, pinjaman non-konsesi, jaminan Bank Pembangunan Multilateral (MDB) dan investasi ekuitas. Artinya, sebagian besar pembiayaan itu adalah utang.

Jika dilihat dari kontribusi tiap negara atau lembaga, maka nilai hibah dalam program JETP Indonesia berturut-turut sebagai berikut, Jerman US$167,2 juta, Amerika Serikat US$66,7 juta, Uni Eropa US$29,6 juta, Energy Transition Mechanism (ETM) US$20 juta, Kanada US$10 juta dan Denmark US$1,9 juta.

Firdaus Cahyadi, Communication Specialist 350.org Indonesia mengatakan, kecilnya porsi hibah dalam proyek JETP menunjukkan rendahnya komitmen negara maju dalam mewujudkan keadilan iklim. Hanya menjadi upaya melimpahkan tanggung jawab pengurangan gas rumah kaca pada negara berkembang.

Padahal, sebagai pihak yang memiliki utang iklim sejak masa revolusi industri, Firdaus menilai, negara-negara maju seharusnya mendukung upaya transisi energi di negara berkembang secara lebih adil.

“Mereka (negara-negara maju) yang lebih besar mencemari atmosfer dengan gas rumah kaca. Tapi kemudian dalam mitigasinya digeser pada negara berkembang dengan jebakan utang,” tegasnya ketika menjadi penanggap dalam Dialog Masyarakat Sipil JETP, Selasa (14/11/23). “Kalau modelnya begini, kita –yang membayar pajak– yang akan membayar utang itu.”

Jangan tambah beban utang

Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, JETP seharusnya mendukung negara-negara berkembang dalam upaya transisi energi dan perbaikan iklim tanpa menambah beban utang.

Dia mencontohkan, terutama pada aset-aset yang sulit mendapat pendanaan dari sektor privat, semestinya IPG memberi lebih banyak hibah. “Kalaupun pinjaman konsesi, bunganya tidak lebih mahal daripada Jepang memberikan pinjaman ke MRT, yakni 0,1%. Lebih dari itu berarti utang biasa saja. Ngapain ada skenario JETP,” terang Bhima, yang juga menjadi penaggap dalam Dialog Masyarakat Sipil JETP.

Dia menilai, JETP seharusnya menjadi dokumen sapu jagat yang mampu mereformasi kebijakan fiskal dan moneter, untuk meminimalisir resistensi publik akibat kecilnya hibah dan besarnya utang.

Reformasi fiskal yang diharapkan, Bhima menambahkan, meliputi disinsentif untuk membuat sektor fosil menjadi tidak menarik. Dan, pada sisi lain, membuat sektor energi bersih menjadi lebih menarik.

“Kalau pinjaman antara GFANZ dengan perusahaan energi terbarukan itu urusan beda. Tapi kalau utang yang bersifat utang publik, ini harus dilakukan upaya mengurangi beban utang. Bukan menambah beban fiskal,” demikian dikatakan Bhima.

Sementara, bagi pemerintah, meski memiliki porsi hibah yang kecil, kerja sama dalam JETP tetap dianggap sebagai upaya Indonesia untuk menunjukkan komitmen serta memperoleh dukungan global, khususnya dalam dekarbonisasi di sektor kelistrikan.

Hal itu diterangkan Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Menurut dia, komitmen pemerintah dibuktikan dengan perencanaan yang ambisius, namun tetap mengacu pada proses dan regulasi yang dimiliki Indonesia.

Pada saat bersamaan, dia berharap, proyek JETP dapat berlangsung lebih baik dari bisnis biasa.  “Misalkan ada IPP (produsen listrik swasta/Independent Power Producer) yang tender, pinjamannya harusnya kompetitif. Karena kita tidak wajib ambil (pinjaman) kalau harganya tidak sesuai,” ujar Rachmat dalam konferensi pers peluncuran CIPP, Selasa (21/11/23).

Peruntukan JETP

Erika Hamidi, Spesialis Pendanaan dan Kebijakan Sekretariat JETP menjelaskan, alokasi pembiayaan publik dalam proyek JETP harus dimanfaatkan pada lima bidang fokus investasi.

Lima bidang itu adalah (1) pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik, (2) pemensiunan dini dan managed phase-out PLTU batu bara, (3) akselerasi energi terbarukan dispatchable, (4) akselerasi energi terbarukan variabel, dan (5) pengembangan rantai pasokan energi terbarukan.

“Karena JETP ini hanya bisa dicairkan dalam 3-5 tahun ke depan, jadi proyek-proyek yang belum siap akan lebih sulit mendapatkan pendanaannya,” ujar Erika, Selasa (14/11/23). “Pendanaan JETP juga harus mengikuti seleksi kriteria teknis, kemudian harus ikuti kerangka just transition.”

Selain itu, pendanaan JETP disebutnya memiliki sejumlah peruntukan. Menurut dia, pinjaman konsesi diarahkan untuk proyek yang tidak mendatangkan profit seperti transmisi dan distribusi, serta pensiun dini PLTU. Sementara, proyek energi terbarukan yang terkategori potensial dapat menggunakan campuran, antara pinjaman konsesi dan komersial.

“Kemudian ada US$2,1 miliar jaminan dari MDB (Multilateral Development Bank), yang diberikan pada Indonesia melalui Bank Dunia. Tapi dana ini hanya bisa cair apabila Indonesia mencapai Single Borrower Limit (SBL),” terang Erika.

Selain jaminan MDB, pihaknya juga menemukan terdapat banyak pendanaan yang harus melalui perantara. Dalam arti, dia menambahkan, IPG tidak memberi pinjaman secara langsung kepada pemerintah, tetapi melalui lembaga-lembaga seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.


Baca juga:

About the writer

Themmy Doaly

Themmy Doaly has been working as Mongabay-Indonesia contributor for North Sulawesi region since 2013. While in the last nine years he has also been writing for a number of news sites in Indonesia, including...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.