Posted inArtikel / Dunia fauna

Pari jawa dipastikan punah karena ulah manusia

Tim internasional yang dipimpin peneliti dari Charles Darwin University memastikan pari jawa (Urolophus javanicus) telah punah.

Ikan pari jawa/java stingaree (Urolophus javanicus) resmi dinyatakan punah oleh Lembaga Konservasi Alam Internasional (International Union for Conservation of Nature/IUCN), Senin (11/12/2023), di sela-sela Konferensi TIngkat Tinggi Iklim (COP28) yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab.

Kepala Unit Daftar Merah IUCN Craig Hilton Taylor kepada Radio Free Asia menyampaikan bahwa salah satu keluarga ikan pari tersebut merupakan biota laut pertama yang dipastikan punah akibat ulah manusia.

Bukti keberadaan terakhir ikan pari jawa adalah sebuah spesimen yang diambil oleh ahli zoologi Jerman Eduard von Martens dari pasar ikan di Jakarta pada tahun 1862. Dia menggambarkan spesies tersebut dalam jurnal ilmiah Monatsberichte der Akademie der Wissenschaft zu Berlin (Laporan Bulanan Akademi Ilmu Pengetahuan, Berlin) tahun 1864 dan menyebutnya Trygonoptera javanica . Peneliti selanjutnya memindahkan spesies itu ke genus Urolophus .

Ikan pari jawa hanya ditemukan di perairan Pulau Jawa, mungkin di sekitar Jakarta. Sebaran pastinya, serta kedalaman dan preferensi habitatnya, tidak diketahui, tetapi mungkin sangat terbatas.

Setelah penemuan von Martens itu spesies tersebut belum pernah ditemukan lagi.

Tergusur wilayah industri

Namun hilangnya pari jawa dari peradaban dunia dipastikan 160 tahun kemudian oleh hasil riset yang dilakukan sebuah tim internasional yang dipimpin Charles Darwin University (CDU) Australia dengan lead assesor Julia Constance, seorang kandidat doktor.

“Penangkapan ikan yang intensif dan umumnya liar sepertinya menjadi ancaman utama yang berujung pada berkurangnya populasi pari jawa, dengan tangkapan di perairan pesisir Laut Jawa sudah jauh menurun pada tahun 1870-an,” kata Constance kepada reef builders, situs berita kelautan.

Selain itu, lanjut Constance, pantai utara Pulau Jawa, khususnya Teluk Jakarta di mana spesies tersebut diketahui berada, juga berkembang menjadi wilayah industri besar. Akibatnya, terjadi degradasi dan kehilangan habitat dalam jangka waktu panjang.

“Dampaknya cukup parah hingga menyebabkan kepunahan spesies ini,” kata Constance.

Benaya Simeon, anggota tim peneliti, menjelaskan bahwa mereka telah melakukan survei intensif dan ekstensif sejak tahun 2021, tetapi tidak berhasil menemukan spesimen tambahan.

Peneliti lain, Peter Kyne, juga dari CDU, menyatakan ada 120 ikan laut yang terancam punah dan hilangnya pari jawa merupakan titik kritis bagi keanekaragaman hayati laut.

“Kita harus memikirkan strategi pengelolaan yang tepat, seperti melindungi habitat dan mengurangi penangkapan ikan yang berlebihan, sekaligus mengamankan penghidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya ikan,” katanya.

Bahaya krisis iklim

Setelah pari jawa, IUCN juga menyuarakan kekhawatiran mereka akan kemungkinan menyusul punahnya beberapa spesies lain, terutama akibat krisis iklim.

“Perubahan iklim merupakan ancaman terhadap keanekaragaman kehidupan di planet kita. Hari ini, kami membawa bukti dampak perubahan iklim terhadap spesies,” kata Gretel Aguilar, Direktur Jenderal IUCN di Dubai.

Terdapat 157.190 spesies dalam Daftar Merah IUCN yang telah disusun sejak 1964. Sebanyak 44.016 spesies dalam daftar tersebut dianggap berisiko punah.

Perubahan iklim merupakan ancaman terhadap keanekaragaman kehidupan di planet kita

Gretel Aguilar, Direktur Jenderal IUCN

Secara global, menurut data IUCN, seperempat ikan air tawar (3.086 dari 14.898 spesies yang diteliti) terancam punah karena pemanasan suhu udara, penangkapan berlebihan, dan polusi.

Perubahan iklim mengancam punahnya 17% ikan air tawar akibat penurunan permukaan air tawar, intrusi air laut ke sungai karena kenaikan permukaan laut, dan perubahan musim.

“Sangat penting bagi kita untuk menjaga sistem air tawar kita dengan lebih baik karena sistem air tawar kita tidak hanya merupakan rumah bagi satwa liar yang berharga dan tak tergantikan, namun juga memberikan banyak manfaat bagi manusia yang hanya dapat dilakukan oleh alam,” kata Dr Barney Long, Direktur Senior Strategi Konservasi Re:wild.


Baca juga:

About the writer

Sandy Pramuji

After graduating from Padjadjaran University, Sandy has been active in journalism. Starting as a repoter at The National News Agency (LKBN) Antara in 2003, he then helped developing an English language...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.