Ini kabar gembira bagi para pecinta satwa langka di Indonesia. Satu ekor badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) betina lahir di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK), Lampung, pada Sabtu (30/9/2023) pukul 01.44 WIB.
Bayi badak yang belum diberi nama itu merupakan anak ketiga dari induk bernama Ratu yang berusia 23 tahun, hasil perkawinan dengan badak sumatera jantan bernama Andalas (22 tahun). Pada 2012 Ratu melahirkan Andatu, disusul Delilah pada 2016.
Bayi tersebut juga menjadi anak badak keempat yang lahir di SRS TNWK. Seekor lainnya adalah Sedah Mirah yang lahir pada Juni 2022 dari induk bernama Rosa.
“Kabar ini tentu menjadi berita bahagia, tidak hanya untuk masyarakat Indonesia tetapi juga dunia. Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kelahiran badak sumatera ini,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam siaran pers yang diterima Ekuatorial.
“Harapannya, kita dapat terus mendapat kabar bahagia dari kelahiran-kelahiran badak sumatera dan satwa dilindungi lainnya di masa depan.”
Kelahiran ini menambah jumlah badak sumatera di SRS TNWK menjadi 9 ekor. Selain si bayi, ada lima badak betina lain yaitu Ratu, Bina, Delilah, Rosa, dan Sedah Mirah. Tiga ekor lainnya adalah jantan bernama Harapan, Andatu, serta Andalas, badak sumatera yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada tahun 2001.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyatmoko menyatakan saat ini SRS TNWK adalah satu-satunya tempat pengembangbiakan semi in-situ yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Way Kambas bekerja sama dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI).
“Tujuan utamanya yakni menghasilkan anak badak sumatera untuk mempertahankan keberlangsungan hidup spesies badak sumatera yang kini terancam punah,” kata Satyawan. “Anak-anak badak sumatera hasil program pengembangbiakan di SRS TNWK ke depannya dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.”
Direktur Eksekutif YABI, Jansen Manansang menambahkan bahwa tidak hanya melalui upaya reproduksi alami, bantuan teknologi juga sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pengembangbiakan badak sumatera.
“SRS TNWK berencana untuk mengintegrasikan metode Assisted Reproductive Technology (ART) atau Teknologi Reproduksi Berbantu untuk pengembangbiakan badak sumatera,” tambah Jansen.
Terancam punah
Badak sumatera merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 tahun 2018.
Ia merupakan spesies terkecil dan terakhir dari badak bercula dunia di Asia yang telah hidup selama 20 juta tahun di Bumi. Dua sub-spesies lainnya, badak hitam afrika barat (Diceros bicornis longipes) dan badak sunda (Rhinoceros sondaicus annamiticus) – sub-spesies dari badak jawa (Rhinoceros sondaicus) – telah dinyatakan resmi punah sejak 2010.
Populasi badak sumatera yang diperkirakan tersisa kurang dari 100 ekor membuat hewan yang dikenal juga dengan nama badak berambut atau badak asia bercula dua tersebut masuk dalam status konservasi “critically endangered/CR” (terancam punah) di dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List sejak 1996.
Mereka hidup tersebar di hutan-hutan Sumatera (Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Way Kambas, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan) dan sebagian kecil populasi di Kalimantan Timur, serta di Sabah, Malaysia.
Pada tahun 2013 dalam International Union for Conservation of Nature’s Species Survival Commission (IUCN SSC) di Singapura, pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk merintis kerja sama guna melindungi spesies langka dari family Rhinoceridae ini.
Walau demikian, hingga saat ini belum ada perjanjian formil antara kedua negara terkait kerja sama tersebut karena masing-masing pemerintah memiliki pandangan berbeda mengenai cara pelestarian badak sumatera.
Indonesia, dikabarkan Mongabay, lebih fokus pada pengembangbiakan secara alami, sementara Malaysia lebih memprioritaskan pada pembuahan in vitro (in vitro fertilisation/IVF) atau bayi tabung.