Daerah-daerah kaya sumber daya alam seperti Papua masih menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi. Menghadapi ancaman deforestasi.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA adalah masalah deforestasi, pasca-tambang, dan kemiskinan di daerah yang kaya SDA.
Ia mengatakan, pada periode 2019-2020, deforestasi mencapai 115.500 hektar per tahun. Selain itu, sekitar 3.000 lubang bekas tambang di Indonesia belum direklamasi hingga 2023.
Ironisnya, kata dia, daerah-daerah kaya SDA, seperti Papua, masih menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi. Ini menciptakan fenomena yang dikenal sebagai resource curse atau kutukan sumber daya.
“Disebut sebagai resource curse atau kutukan sumber daya, di mana kekayaan alam justru tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat (kemiskinan),” katanya, dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu 3 September 2024.
Selain itu, Agus juga menyebutkan regulasi yang ada seperti UU tentang pertambangan dan lingkungan hidup masih kurang relevan dengan tantangan saat ini.
“Keterlibatan masyarakat juga dibutuhkan dalam pengelolaan SDA, baik melalui pengambilan keputusan maupun mekanisme pengawasan,” ujarnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua, Maikel Primus Peuki, menyoroti bagaimana pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat lokal dapat menimbulkan konflik dan ketidakpuasan, serta mengancam keberlanjutan lingkungan.
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Aji Ali Akbar mengatakan, selain kemiskinan, permasalahan stunting juga sering terjadi di daerah kaya SDA. Meskipun memiliki kekayaan alam berlimpah, angka stunting di Papua masih sangat tinggi. Ini mencerminkan adanya kesenjangan antara pengelolaan SDA dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Di sisi lain, Pakar Lingkungan dari IPB University, Bambang Hero Saharjo, mengkritisi lemahnya etika penyelenggara negara dalam menangani SDA, di mana regulasi yang ada sering kali saling bertentangan. Hal ini berpotensi menyebabkan kerusakan lebih lanjut terhadap SDA yang sudah parah akibat eksploitasi besar-besaran.
Dari Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono, mengingatkan bahwa eksploitasi SDA yang berlebihan tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan para pejuang lingkungan. Ia menekankan perlunya revisi UU Minerba dan UU Cipta Kerja, serta penguatan sistem penegakan hukum.
Menyikapi permasalahan ini, BPIP berencana menyusun rekomendasi untuk disampaikan kepada Presiden terpilih agar dapat ditindaklanjuti demi mencapai kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Anggota Dewan Pengarah BPIP, Amin Abdullah menegaskan, penerapan nilai-nilai Pancasila penting dalam pengelolaan SDA.
“BPIP mengawal agar penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pengelolaan SDA dapat menjadi solusi bagi berbagai permasalahan yang terjadi, seperti konflik lahan, ketidakadilan ekonomi, dan degradasi lingkungan,” kata dia.