ice Jakarta, Ekuatorial — Es di Arktik (kutub utara) kehilangan kilau reflektifnya. Adalah pengetahuan umum bahwa setiap musim panas, semakin banyak es mencair meninggalkan perairan gelap terbuka. Hal tersebut juga merupakan sebuah proses yang mempercepat pemanasan global dengan mengurangi jumlah radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa.

Untuk pertama kalinya, analisis terperinci dari 30 tahun data satelit terhadap Samudra Arktik telah menunjukkan berapa albedo, atau reflektivitas, dari es Arktik telah berkurang. Aku Riihela dari Institut Meteorologi Finlandia mengatakan pada New Scientist ia memperkirakan bahwa es yang gelap menunjukkan albedo Samudra Arktik pada akhir musim panas 15% lebih lemah daripada 30 tahun yang lalu.

Penyebab penggelapan tersebut, kata Riihela, sebagian karena penipisan es dan pembentukan celah perairan terbuka, dan sebagian lagi karena di udara yang lebih hangat, akan terbentuk kolom air di permukaan es. Kolom dangkal permukaan es tersebut dapat mengurangi daya reflektifitas dan meningkatkan jumlah radiasi matahari yang diserap oleh es . “Ini menunjukkan bahwa peningkatan pencairan es memengaruhi bagian dalam laut Arktik juga,” kata Riihela.

Awal tahun ini, Marcel Nicolaus dari Pusat Riset Kutub dan Kelautan Helmholtz di Bremerhaven, Jerman, melaporkan bahwa “lebih dari 50 persen dari lapisan es sekarang terdiri dari es usia setahun yang tipis dimana lelehan sangat luas “.

Pencairan dan penggelapan Arktik merupakan faktor utama dalam perubahan iklim. Ini bertindak sebagai umpan balik positif, karena semakin banyak es mencair atau gelap, semakin menghangatkan Kutub Utara dan lebih banyak es mencair.

Hal ini mungkin membantu menjelaskan kecepatan hilangnya es Arktik, yang jauh melebihi prediksi model iklim yang ada, termasuk yang digunakan dalam penilaian iklim 2007 dari Panel Intergovernment tentang Perubahan Iklim. Beberapa prediksi terakhir menunjukkan Samudra Arktik bisa memiliki tanpa es tersisa di akhir setiap musim panas 2030.

Para penulis dari artikel ilmiah terbaru belum mengkalkulasi efek dari temuan mereka terhadap prediksi. Tapi mereka hanya bisa memprediksi kapan Arktik tidak tertutup es pada musim panas. (Ratih Rimayanti/Newscientist)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.