Bogor, Ekuatorial – Karst memiliki aspek yang penting dalam mitigasi perubahan iklim, inilah pernyataan Dr. Eko Haryono (18/9), peneliti speleologi Indonesia saat menyimpulkan wawancara pada acara Scientific Karst Exploration 2013 yang diselenggarakan oleh organisasi pencinta alam IPB—LAWALATA pada 18-21 September 2013.

Eko, dosen Geografi UGM yang juga sekretaris Asian Federation of Speleology ini memaparkan tiga aspek mengenai karst sebagai regulator iklim dalam konteksnya dengan siklus karbon.

Pertama, karst berperan sebagai reservoir karbon di atmosfer. Reservoir karbon terbesar di Bumi tersimpan dalam bentuk batuan karbonat (Ca-Mg-CO3). Sementara di laut batuan karbonat membentuk terumbu karang, di daratan batuan tersebut membentuk ekosistem karst.

Eko mengungkapkan bahwa secara keseluruhan kawasan karst di Jawa mampu menyerap karbon atmosfer sebesar 291.110,7 ton karbon per tahun atau setara dengan 1,16 juta ton CO2 per tahun (besaran ini belum termasuk serapan karbon melalui fotosintesis).

WP_20130920_007

Kedua, karst yang berbahan dasar kalsium karbonat (CaCO3), kerap dibakar untuk proses industri batugamping, baik dalam produksi semen atau produksi lokal batugamping lainnya. Pembakaran ini melepaskan emisi karbon ke atmosfer.

Ketiga, selain berperan sebagai reservoir layaknya terumbu karang, karst sendiri juga membutuhan karbon untuk membangun strukturnya melalui karstifikasi. Karbon tersebut umumnya diserap karst dari atmosfer dalam bentuk karbon dioksida.

Karstifikasi terus terjadi karena karst juga terus mengalami pengikisan melalui proses denudasi atau pelarutan karst oleh air hujan. Eko memperkirakan melalui data yang dimilikinya bahwa denudasi di Jawa setiap tahun terjadi sebesar 2.425.922,4 ton.

“Isu perubahan iklim membuat kita menghitung karbon di atmosfer. Setelah dihitung-hitung emisi karbon dari industri dan kendaraan dikurang yang diserap laut dan hutan, ternyata masih ada sejumlah karbon yang tidak dapat dihitung atau disebut missing carbon. Sebesar 30% dari missing carbon itu ada di ekosistem karst melalui proses karstifikasi,” jelas Eko. (Ratih Rimayanti)

Foto: Industri lokal batugamping di Ciampea, Bogor (Ratih Rmayanti)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.