Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) telah menyandang status Critically Endangered atau Sangat Terancam Punah dalam Daftar Merah IUCN. Saat ini jumlahnya diperkirakan tinggal 100 individu di alam liar.  Bagaimana nasib badak bercula dua yang telah menghuni Bumi sejak 20 juta tahun ini?.

Pada 23 Juni 2012 , berita gembira menggemparkan ranah satwa liar internasional: telah lahir seekor anak Badak Sumatera di penangkaran Suaka Rhino Sumatra, setelah 124 tahun tak ada kelahiran sejak penangkaran badak pertama kali dilakukan di India. Oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, dinamakanlah sang bayi badak Andatu–Anugrah dari Tuhan–atau singkatan dari induknya, Andalas dan Ratu. Andatu telah menarik perhatian khusus dari tim dokter dari Indonesia, Australia, AS, dan Badan Konservasi Dunia IUCN bahkan sejak dalam kandungan. Kelahirannya ini dinilai memberikan secercah harapan bagi keberlangsungan spesiesnya.

Pada 23 Juni 2013, Andatu berulang tahun yang pertama kalinya. Bersamaan dengan itu Andatu dan induknya Ratu dilepasliarkan oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di alam bebas Taman Nasional Way Kambas, Lampung.

Pada 31 Maret-4 April 2013, Sumatran Rhino Crisis Summit digelar di Singapura. Pada kesempatan tersebut, pemerintah Indonesia dan Malaysia setuju berkomitmen–untuk pertama kalinya–untuk bersama-sama menyelamatkan 100 individu terakhir Badak Sumatera.

Para ahli yang berkumpul mengusulkan rencana aksi darurat dua tahunan sebagai tindak lanjut acara tersebut. Kedua pemerintah akan meresmikan kerja sama dan menyepakati langkah-langkah selanjutnya untuk mengatasi krisis Badak Sumatera, terkait juga dengan peningkatan perburuan ilegal dan permintaan pasar atas cula badak.

anak_badak_wk2013Pada 21 Agustus 2013 pukul 15.00 WIB, tim Rhino Protection Unit-RPU Taman Nasional Way Kambas-TNWK saat patroli menjumpai secara langsung anak Badak Sumatera liar dan induknya sedang berkubang. Tim memperkirakan umur anak badak tidak lebih dari 10 hari, berdasarkan perbandingan ukuran tapaknya dengan tapak Andatu.

“Badak itu ditemukan saat patroli rutin dilakukan,” ujar Dadan D. Subrata, Manajer Informasi dan Komunikasi Yayasan Badak Indonesia (Yabi). “Saat ini patroli terus dilakukan di lokasi penemuan, tapi belum ada kabar terbaru,” lanjutnya saat diwawancara Ekuatorial (26/9).

Dadan juga menjelaskan bahwa dari perkiraan 100 individu Badak Sumatera yang tinggal di alam liar, 35 individu berada di Taman Nasional Way Kambas, 35 individu di Taman Nasional Gunung Leuser, 30 individu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan sedikit sekali di Malaysia.

Upaya konservasi terus dilakukan bersama-sama oleh Balai Taman Nasional, Kementerian Kehutanan RI, International Rhino Foundation-IRF, Rhino Foundation of Indonesia atau Yayasan Badak Indonesia-Yabi, Wildlife Conservation Society-WCS, Leuser International Foundation-LIF, Fauna&Flora International-FFI, dan World Wide Foundation-WWF. Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.