Hiu adalah hewan yang dilindungi, tetapi penangkapan dan perdagangannya di Sangihe luput dari pengawasan.

Timotius Lesewengen, salah satu nelayan penangkap hiu di Pulau Batuwingkung, Kecamatan Tabukan Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara mengingat dulu sekali ada petugas dari Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tahuna yang datang ke wilayahnya. Petugas meminta nelayan seperti Timotius berhenti menangkap ikan hiu.

“Saat kami tanya apa solusinya agar kami berhenti menangkap hiu, mereka tidak bisa beri solusi,” ungkap Timotius. 

Kepala  Stasiun PSDKP Tahuna, Bayu Suharto tak menampik hal tersebut. Bayu mengatakan, pihaknya memang bertugas melakukan pengawasan, baik itu soal perizinan maupun penangkapan. Tapi, menurutnya, untuk pengawasan mereka lebih terfokus pada wilayah perbatasan Indonesia – Filipina. Karena Kabupaten Kepulauan Sangihe berbatasan langsung dengan Filipina.

“Kalau dari sisi kami kegiatan pengawasannya paling banyak berupa sosialisasi ke masyarakat. Termasuk soal jenis ikan yang dilindungi ataupun yang bisa dilakukan penangkapan. Jadi tak hanya spesifik soal hiu saja. Apalagi, hiu ini tidak semua dilindungi. Biasanya yang masuk Apendiks II itu bisa ditangkap tapi tidak bisa diekspor. Hanya di dalam negeri saja,” kata Bayu, saat ditemui di kantornya, Senin (13/6/2022) silam.

Terkait intensitas pengiriman dan distribusi, Bayu menjelaskan, merupakan kewenangan Kantor Karantina Ikan, Pengendalian Mutu (KIPM) Stasiun Tahuna.

“Sejauh yang saya lihat di Pulau Sangihe ini rata-rata hiu yang ditangkap masih Apendiks II yang diperbolehkan. Itu nama lokalnya menehe (lanjaman). Kami juga sudah berkoordinasi dengan BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) dan memang itu diijinkan,” ungkapnya. 

Berdasarkan pengawasan PSDKP, terang Bayu, tidak ditemukan adanya perdagangan hiu dalam skala besar di Sangihe. Meski dia mengakui ada beberapa pengepul di daerah itu. Tapi dalam jumlah kecil. Beberapa pengepul lokal juga punya izin yang dikeluarkan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut  (BPSPL).

Apakah Stasiun PSDKP Tahuna melakukan monitoring terhadap jumlah tangkap hiu?

Bayu mengakui, pihaknya tidak pernah mengetahuinya. Kewenangan soal itu ada di BPSPL.

“BPSPL tidak punya staf di Sangihe. Di Sulut (pembeli) yang besar itu PT Rohtadi. Itu di Manado. Untuk pengawasan PT Rohtadi ini sebetulnya masuk wilayah PSDKP Bitung. Tapi karena ada beberapa pengepul juga dari Sangihe yang menggunakan kuota dari mereka sehingga kami juga melakukan pemeriksaan terkait perizinan PT Rohtadi,” sebut Bayu.

Ditanya soal kemungkinan perdagangan sirip hiu ke Filipina, Bayu mengaku belum punya informasi terkait hal itu. 

“Kalau ke Filipina saya belum dapat info. Karena kapal kami itu yang beroperasi di wilayah Indonesia – Filipina itu terakhir pada Maret 2022 kemarin. Tapi memang soal kapal-kapal kecil yang keluar masuk jalur ‘tikus’ entah perdagangan barang lain itu belum terpantau,” akunya.

Saat kami tanya apa solusinya agar kami berhenti menangkap hiu, mereka tidak bisa beri solusi

Timotius Lesewengan, nelayan

Ditemui secara terpisah, Kepala Stasiun KIPM Tahuna, Geric Lumiu menjelaskan instansinya mendata lalu lintas komoditi untuk semua jenis ikan, tidak spesifik hiu saja. Setiap pengguna jasa, dalam hal ini supplier atau masyarakat yang melakukan pengiriman keluar Sangihe wajib melapor dan melakukan registrasi.

“Setiap komoditi perikanan yang keluar dari Sangihe wajib mengantongi sertifikat jaminan mutu dari SKIPM (Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu). Saat ini sudah ada pelayanan via online. Syaratnya juga mudah, cukup melampirkan KTP, NPWP dan Surat Izin Usaha dari Desa/Kelurahan,” kata Geric.

Geric menegaskan, komoditi perikanan khususnya yang keluar dari Sangihe tanpa mengantongi sertifikat dari SKIPM maka akan ditahan di pelabuhan tempat tujuan. Baik di pelabuhan Manado maupun pelabuhan Bitung.

“Petugas kami itu ada di pelabuhan. Jam 04.30 WITA sudah standby. Dan setiap kapal masuk atau berangkat itu kami awasi. Kami atur piket. Ketika ada yang melakukan pengiriman maka kami akan periksa. Dan itu harus ada sertifikat dari BKIPM. Dan sejauh ini lalu lintas komoditi perikanan masih bisa diawasi,” tegasnya.

Senada dengan Bayu, Geric juga berharap ada petugas dari BPSPL di Sangihe. Apalagi kata Geric, sejak 10 Desember 2021 lalu, pihaknya mendapatkan surat dari Dirjen Pengelolaan Ruang Laut yang menyebutkan bahwa khususnya untuk pengiriman hiu wajib mendapatkan rekomendasi dari BPSPL.

Dengan tidak adanya petugas dari BPSPL, sehingga untuk urusan identifikasi masih ditangani oleh SKIPM. Petugas SKIPM Tahuna membantu dengan mengambil foto dan video sampel hiu yang diuji, lantas dikirim ke BPSPL.

“Nanti dari pihak BPSPL Manado yang mengidentifikasi untuk selanjutnya diberikan rekomendasi. Karena memang tugasnya BPSPL untuk mengidentifikasi jenis-jenis hiu. Karena kami dari karantina juga belum paham soal mengidentifikasi hiu. Sesuai dengan tugas pokok SKIPM itu hanya menghitung volume dan menjamin mutunya. Jadi sebenarnya lebih enak kalau ada petugas dari BPSPL yang ditempatkan di sini (Sangihe). Kami berharap mereka langsung yang melakukan identifikasi di lapangan,” jelas Geric. 

Staff BPSPL Makassar Satker Manado, Indri menuturkan, ada satu eksportir di Manado yang kerap mengajukan permohonan rekomendasi ekspor sirip hiu. Namanya PT Rohtadi. Manado memang menjadi pintu keluar pengiriman sirip hiu dari Sangihe dan daerah lain di Sulawesi Utara hingga menuju Hong Kong.

Sebelum diekspor, sirip hiu harus diverifikasi petugas BPSPL. 

Indri, yang juga salah satu verifikator BPSPL Satker Manado menerangkan, jika ada permintaan rekomendasi dari eksportir, pihaknya akan turun melakukan verifikasi. Secara kelembagaan, jumlah personil BPSPL Satker Manado hanya enam orang. Ketika diminta melakukan verifikasi, dua petugas bakal turun ke lapangan. Saat jumlah sirip hiu banyak, petugas memerlukan waktu hingga dua hari untuk verifikasi. 

“Sejauh ini, kami belum pernah menemukan sirip hiu dilindungi,” aku Indri, saat ditemui di kantornya, akhir Agustus 2022.

Penjelasan staff BPSPL Makassar Satker Manado tersebut, bertolak belakang dengan kondisi yang kami dapati di Batuwingkung dan di Petta. Dari amatan secara langsung dan pengakuan dari beberapa nelayan, mereka masih sering menangkap jenis hiu yang dilindungi. Dan siripnya ikut dijual ke pengepul.

Sementara itu, berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Nomor 49 Tahun 2021 tentang penetapan dan pembagian kuota ekspor jenis ikan yang dilindungi terbatas dan atau jenis ikan yang tercantum dalam apendiks II CITES tercatat ada 27 perusahaan di Indonesia yang memiliki kuota ekspor hiu.

Dalam dokumen tersebut, tidak ada lembaga dengan identitas PT Rohtadi. Bahkan tidak ada perusahaan di Sulawesi Utara yang tercatat memiliki kuota ekspor.

Kami mencoba mendatangi kantor PT Rohtadi di Jalan Sam Ratulangi Nomor 61, Lingkungan II, Tanjung Batu Manado dan Unit Pengolahan Ikan (UPI) milik mereka di Jalan Tikala Kumaraka, Lingkungan III, Nomor 23. Tidak ada plang nama perusahaan di dua lokasi tersebut. Tak tampak juga aktivitas penghuninya. Beberapa kali didatangi, kondisi bangunan tersebut selalu saja dalam kondisi ditutup, sehingga kami belum berhasil menemui pengurus PT Rohtadi.

Dari dokumen yang diperoleh dari Environmental Justice Foundation (EJF), PT Rohtadi tercatat beberapa kali melakukan pengiriman (ekspor) sirip hiu ke luar negeri. Baik lewat jalur laut maupun udara.

Dikutip dari siaran pers KKP NOMOR: SP.338/SJ.5/V/2022, menyebut bahwa PT Rohtadi diduga berupaya mengirimkan sirip-sirip hiu ilegal dari Bau-Bau dan Dobo ke Manado untuk kemudian dijual dari Manado. Aktivitas itu disebut ilegal karena tidak dilengkapi dokumen untuk pengambilan dan pengangkutan dari kedua wilayah tersebut.

Petugas menemukan sebanyak 4.030 kg sirip hiu. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari yang semula dijelaskan oleh penanggung jawab PT. Rohtadi yang menyampaikan hanya sekitar 2.450 kg.

“PT. R ini memiliki izin untuk wilayah Sulawesi Utara, namun berupaya mendatangkan sirip-sirip hiu ilegal dari Dobo dan Bau-Bau untuk kemudian diduga akan diperdagangkan seolah-olah legal dari Manado,” ungkap Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda Adin Nurawaluddin seperti dikutip dari siaran pers tersebut.

Adin menambahkan, selain modus tersebut, ditemukan juga 6 jenis sirip hiu yang akan dikirim ke Manado ternyata jenis hiu yang dilindungi sebagaimana tercantum dalam Appendix II CITES.

Terhadap pelanggaran tersebut, Adin memastikan pihaknya akan memproses secara hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami akan mengenakan sanksi yang tegas, ini tentu pelanggaran yang serius dan penting untuk menjadi pembelajaran bagi pelaku usaha yang lain untuk tidak coba-coba melakukan pelanggaran hukum,” tegas Adin.

Liputan ini merupakan bagian terakhir dari seri tulisan yang diproduksi dengan dukungan dari Environmental Justice Foundation dan Tempo Institute. Terbit pertama kali di Zonautara.com pada 17 Maret 2023.

Baca juga:

About the writer

Ronny Buol

Ronny Adolof Buol is currently managing local media Zonautara.com and establishing Zonautara Networking, which is a syndicate of several local media in North Sulawesi. Previously, he spent 6 years working...

Marshal Datundugon

Marshal Datundugon currently works as a reporter for Zonautara.com, while also managing Pantau24.com, one of the local media in North Sulawesi syndicated with Zonautara.com. Has been 7 years in the world...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.