CIFOR-ICRAF Indonesia meluncurkan inisiatif kolaboratif untuk memperkuat kapasitas petani kakao melalui agroforestri, bertujuan mendukung keberlanjutan sektor kakao di Indonesia. Program ini, bernama Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL),

Center for International Forestry Research (CIFOR) the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Indonesia meluncurkan sebuah inisiatif kolaboratif untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan mengenai pentingnya memperkuat kapasitas petani kakao melalui agroforestri bertujuan untuk mendukung keberlanjutan sektor kakao di Indonesia, Jakarta (21/08/24).

Program riset-aksi ini, yang bernama Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL), dilaksanakan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang merupakan salah satu daerah sentra produksi kakao di Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, produksi kakao di Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,16% per tahun selama periode 2022-2026. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain usia pohon kakao yang semakin tua, pengelolaan kebun yang belum optimal, serta ancaman dari hama dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.

Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/BAPPENAS, Jarot Indarto dalam sambutannya yang diwakili Puspita Sulistyaningtyas menyatakan bahwa kolaborasi multipihak ini mendukung tujuan nasional dalam mengembangkan komoditas berkelanjutan berbasis yurisdiksi.

“Upaya peningkatan kapasitas petani kakao ini akan memberikan dampak positif pada kepastian rantai pasok, pengelolaan bentang lahan, dan keberlanjutan ekosistem. Dengan dukungan ini, diharapkan para petani dapat mengelola kebunnya dengan lebih baik, sehingga berkontribusi pada kesejahteraan mereka serta kelestarian lingkungan,” ucapnya.

Berkaitan dengan itu, International Fund for Agriculture and Development (IFAD) Indonesia diwakili Yumi Sakata, menyampaikan IFAD telah berinvestasi dan mendukung masyarakat pedesaan, khususnya petani kakao, melalui pendekatan ilmiah bersama ICRAF. Salah satu hasil yang telah dicapai adalah peningkatan kapasitas 2.148 petani kakao serta inisiatif READSI dengan Cocoa Doctor yang telah melatih 160 petani.

“Proyek SFITAL tidak hanya fokus pada petani kakao tetapi juga petani kelapa sawit di Labura, Sumatera Utara, sebagai bagian dari komitmen terhadap pembangunan pedesaan yang berkelanjutan,” jelasnya saat seminar nasional pada Seminar Nasional yang bertema “Inisiatif Kolaboratif Peningkatan Kapasitas Petani Kakao Melalui Agroforestri”.

Direktur Asia CIFOR-ICRAF, Sonya Dewi menjelaskan Kurikulum Agroforestri Kakao diluncurkan bagi petani dan penyuluh. Kurikulum ini dirancang secara sistematis untuk memberikan kesempatan berbagi pengetahuan, belajar, dan berinovasi dalam agroforestri kakao. Meski demikian, kurikulum ini masih memerlukan perbaikan dan inovasi untuk memaksimalkan manfaatnya bagi lingkungan, petani, serta pembangunan pertanian secara umum.

“Pentingnya keberlanjutan praktik agroforestri kakao untuk mengatasi masalah global seperti rantai pasok yang tidak berkelanjutan serta kemiskinan dan ketidaksetaraan. Agroforestri kakao, dengan integrasi pohon naungan, tidak hanya memperbaiki lingkungan tetapi juga mendukung ketahanan ekonomi petani, terutama di tengah tantangan perubahan iklim” jelasnya.

Senada dengan itu, Direktur Pelatihan Pertanian BPPSDMP Kementerian Pertanian, Muhammad Amin mengatakan walaupun fokus utama penyuluhan pertanian masih pada tanaman pangan, kakao memiliki peran penting.

“Inovasi penyuluhan kolaboratif yang diusung oleh SFITAL kini dilihat sebagai model yang potensial untuk diintegrasikan ke dalam program penyuluhan nasional guna meningkatkan kapasitas petani dan optimalisasi kebun kakao di tingkat kabupaten,” ujarnya.

Sementara itu, pada talkshow bertema “Penyuluhan Agroforestri untuk Kakao Berkelanjutan: Tanggung Jawab Siapa?” Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, Sulawesi Selatan, Jamaluddin Al Afgani menyampaikan bahwa pemerintah terus mendorong pengembangan agroforestri kakao dengan menyediakan pelatihan, penyuluhan, dan bantuan teknis bagi petani.

“Kebijakan ini juga membuka akses yang lebih luas bagi petani terhadap bibit unggul, teknologi ramah lingkungan, dan pasar yang lebih kompetitif guna meningkatkan produktivitas kakao secara berkelanjutan,” katanya saat diskusi yang menyoroti bagaimana penyuluhan agroforestri kakao dapat diterapkan secara efektif agar mudah diterima dan diadopsi oleh petani.

Diketahui, program riset-aksi SFITAL, yang dimulai pada tahun 2020 dan berlangsung selama lima tahun, didanai oleh International Fund for Agriculture and Development (IFAD) dan dipimpin oleh World Agroforestry (ICRAF). Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, program ini bertujuan untuk menghubungkan produsen skala kecil dengan rantai suplai global melalui prinsip keberlanjutan lingkungan, kelayakan ekonomi, dan tanggung jawab sosial.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.