Mengulas masalah kesehatan tanah, tercermar bahan kimia, lalu terancam perubahan iklim. Mengancam ketahanan pangan.

Mengulas masalah kesehatan tanah, tercermar bahan kimia, lalu terancam perubahan iklim. Mengancam ketahanan pangan.
Ilustrasi. (Kementerian Pertanian)

Tanah memiliki peran penting dalam pemenuhan pangan. Namun, faktanya sepertiga lahan di dunia sudah terdegradasi, sehingga kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman menurun.

“Krisis kesehatan tanah atau lahan disebabkan oleh beberapa hal, seperti pertanian satu jenis komoditas yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan, serta adanya perubahan iklim,” tutur Guru Besar Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University, Arief Hartono, diakses dari laman IPB, Minggu, 5 Januari 2025.

Arief menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Expert Dialogue: Towards Soil Health Policy for Improved Food Security in Indonesia yang berlangsung di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta Pusat. Acara ini diinisiasi Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga Riset Internasional Lingkungan dan Perubahan Iklim (LRI LPI) IPB University.

Kegiatan dilakukan dalam rangka persiapan penyusunan draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029. Diskusi dilakukan dengan menyoroti krisis dan urgensi kesehatan tanah di Indonesia serta menunjukkan pentingnya berinvestasi dalam kesehatan lahan untuk memenuhi tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia.

Sesi materi pada kegiatan ini disampaikan dalam tiga sesi. Guru Besar Fakultas Pertanian (Faperta) IPB University, Arief Hartono menyampaikan topik bertajuk “Soil Health Crisis in Indonesia” pada sesi pertama.

Arief memaparkan, berdasarkan database kesehatan lahan di IPB University, kondisi kandungan tanah pertanian di Pulau Jawa diketahui memiliki pH <6 sebanyak 74 persen, nitrogen total <0,2% sebanyak 77 persen, karbon organik <2% sebanyak 76 persen, dan kalium < 0,31 cmol/kg sebanyak 38 persen.

Menurutnya, diperlukan keterlibatan multipihak, khususnya dalam program intensifikasi untuk status nutrisi lahan pertanian di Indonesia serta transformasi sistem pertanian dan perubahan kebijakan pemerintah.

Pada sesi kedua, Husnain, MP, PhD dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Lahan dan Irigasi, Kementerian Pertanian menyebut kondisi tanah di Indonesia tidak semuanya dalam kondisi yang subur. Tanah Indonesia juga mengalami masalah keberlanjutan pertanian lainnya seperti degradasi tanah, air, dan lingkungan.

“Jika ingin melakukan budi daya, maka kondisi tanah harus dalam kondisi terbuka. Namun, kondisi tanah yang terbuka cenderung tidak sehat, sehingga diperlukan program peningkatan kualitas tanah seperti Integrated Plant Nutrient Management (IPNM), in-situ organic matter dengan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO), konservasi tanah, precision farming, serta peningkatan efisiensi dengan mekanisasi,” terangnya.

Rizaldi Boer, Kepala LRI LPI IPB University menanggapi hal tersebut dengan menyampaikan bahwa selain kebijakan yang terintegrasi, diperlukan juga program penyuluhan kepada petani, khususnya untuk menginformasikan jenis bibit atau pupuk yang sesuai agar program dapat dilaksanakan sesuai dan tepat sasaran.

Lebih lanjut, Harm Haverkort, Acorn Rabobank Partnership Lead Asia menyatakan siap berkolaborasi dengan Indonesia pada program karbon dan agroforestry. Menurutnya, program Rabobank berlaku untuk seluruh petani di dunia.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.