Mikroplastik yang dihasilkan kemasan sachet sangat rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup di laut seperti plankton lalu berpotensi masuk ke dalam rantai makanan.

Plastik sachet semakin marak dipakai untuk kemasan berbagai produk kebutuhan. Di balik maraknya plastik yang dipakai untuk mengemas sabun hingga makanan ini, terdapat bahaya luar biasa bagi lingkungan dan manusia.

Peneliti ICEL Bella Nathania mengungkapkan, jika sachet terurai menjadi mikroplastik, maka akan sangat rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup di laut seperti plankton. Jika sudah dikonsumsi oleh plankton, maka mikroplastik berpotensi masuk ke dalam rantai makanan.

“Dan mungkin saja bisa sampai ke manusia. Jika sachet juga terbawa air sungai, kemudian nyangkut di akar mangrove seperti yang ditemukan teman-teman dari ECOTON Hal ini berbahaya, karena bisa menyebabkan tumbuhan yang ada di mangrove sulit untuk bernapas,” jelas Bella, dikutip dari Aliansi Zero Waste Indonesia yang diakses, Jumat (27/10/2023).

Bella menjelaskan, sampah kemasan sachet juga berpotensi dibakar. Sebab, sudah benar-benar tidak bisa dikendalikan dan hasilnya akan menyebabkan pencemaran mulai dari PM 2.5 hingga dioxin.

“Produsen perlu untuk mencantumkan rencana redesain kemasan saset dalam Peta Jalan Pengurangan Sampah-nya. Mengganti saset dengan kemasan yang ramah lingkungan atau mengganti cara distribusi serta penjualan produk yang selama ini berada dalam kemasan saset, seperti bulk store. Terlebih saset dengan ukuran 50 gr atau 50 ml akan dilarang pada tahun 2030,” ujarnya.

Perusahaan bertanggung jawab terhadap sampah plastik sachet

Bella juga menegaskan agar perusahaan mengambil kembali sampah mereka sebagai bukti dari tanggung jawab produsen kepada sampah yang dihasilkannya.

Sebab, tanpa adanya pengambilan kembali, maka anggaran untuk membersihkan sampah saset akan terus membebani pemerintah dan masyarakat, sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

“Jangan  hanya terima untungnya saja dari penjualan produk, tapi tidak mau bertanggung jawab dengan sampah yang dihasilkan dari produk tersebut. dan nantinya menjadi beban bagi pemerintah dan masyarakat, untuk membiayai pengelolaan sampah,” tegas Bella.

Bella juga berharap agar permasalahan sampah sachet segera diselesaikan. Meski saat ini sudah banyak kampanye tentang pengurangan penggunaan sachet, hal ini dirasa belum cukup jika produsen tidak menerapkan EPR (extended producer responsibility).

Bukan hanya peran dari produsen saja yang diharapkan Bella, melainkan juga peran pemerintah dalam pelayanan pengangkutan sampah. Mereka menilai pelayanan pelayanan sampah harus terdesentralisasi, agar sampah plastik terutama jenis sachet tidak mengotori lingkungan darat hingga perairan.

“Terakhir, hindarkan merencanakan penanganan sampah yang berbasiskan solusi palsu, seperti pembakaran sampah dan daur ulang kimia, karena akan menggantikan pencemaran sampah saset dengan pencemaran udara dan limbah B3,” pungkasnya.


Baca juga:

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.